Jumat, 22 Januari 2016

Psikologi Menejemen (pertemuan 14)

Mencegah dan mengatasi ketidakpuasan kerja 
Upaya mengatasi ketidakpuasan kerja secara umum oleh para individu karyawan dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 
1.Mengidentifikasi apa saja, kapan dan dimana ketidakpuasan kerja itu terjadi; bisa saja dalam waktu-waktu dan lokasi kerja tertentu dapat menyebabkan timbulnya ketidakpuasan kerja, mengidentifikasi faktor-faktor penyebab terjadinya ketidakpuasan kerja dan apa akibatnya terhadap kondisi fisik, psikis, mutu proses dan kinerja,
2.Kalau faktor penyebabnya lebih pada diri sendiri maka yang harus dilakukan adalah; 
a.Mengkondisikan dirinya untuk memandang bekerja itu adalah ibadah,  aktualisasi diri, dan menyenangi pekerjaannya;
b.Memelajari dan mengambil teladan yang baik dari mitra kerjanya yang mampu mengatasi ketidakpusan kerja;
c.Menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja;
d.Meningkatkan relasi sosial horisontal dan vertikal di tempat kerjanya;
e.Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan;
f.Mendiskusikan kondisi dan masalah ketidakpuasan dengan pihak manajer dan kalau memungkinkan dengan manajemen puncak. 
3.Sementara itu untuk kepentingan organisasi, maka yang dapat dilakukan pihak manajemen adalah sebagai berikut: 

Seperti halnya di tingkat individu karyawan maka pihak manajemen juga perlu mengidentifikasi faktor-faktor yang berkait dengan ketidakpuasan kerja karyawannya,setelah mengetahui penyebab ketidakpuasan kerja maka beberapa hal yang dapat dilakukan pihak manajemen adalah:        
1)Membuat lingkungan kerja yang nyaman dan tidak membosankan; untuk itu diperlukan penyegaran karyawan dalam bentuk peningkatan sumberdaya manusia, penyempurnaan lingkungan fisik, dan keeratan hubungan sosial baik dengan karyawan lain maupun dengan pimpinan;
        
2)Memberi pengakuan tentang keberadaan karyawan dengan mendorong dan melibatkan karyawan dalam menyusun rencana dan evaluasi kerja sesuai dengan kemampuannya;
        
3)Memerkecil kejenuhan kerja karena terlalu lama bekerja di tempat atau posisi tertentu dengan melakukan perputaran karyawan secara regular misalnya rotasi dan mutasi    
4)Menempatkan karyawan dalam posisi tertentu sesuai dengan latar belakang kompetensi dan minatnya;
        
5)Menerapkan sistem manajemen kinerja, kompensasi, dan karir secara adil dan transparan;
        
6)Menyediakan unit bimbingan dan konseling untuk para karyawan khususnya yang memiliki ketidakpuasan kerja dengan tujuan meningkatkan motivasi kerja mereka.
          
Bentuk-bentuk upaya mengatasi ketidakpuasan kerja oleh karyawan dan manajemen tentunya sangat bervariasi sesuai dengan faktor penyebabnya. Dengan kata lain upayanya harus spesifik. Namun kalau untuk semua karyawan maka pihak manajemen perlu membuat kebijakan yang menekankan pencegahan agar ekonomis efisien ketimbang tindakan yang bersifat kuratif dan bakal mahal.

Sumber : 
P.Siagian, Sondang, Prof. Dr. MPA.(1988). Teori dan Praktek Kepemimpinan.Jakarta : Rineka Citra.   
Sihotang. A. Drs. M.B.A. (2006).Menejemen Sumber Daya Manusia .Jakarta : PT Pradnya Paramita.

Selasa, 05 Januari 2016

Psikologi menejemen (pertemuan 13)

#Hubungan Antara Pelaksanaan Kerja dan Kepuasan Kerja#

    Hubungan antara kepuasan kerja dengan variabel lain dapat bersifat positif atau negatif. Kekuatan hubungan mepunyai rentang dari lemah sampai kuat. Hubungan yang kuat menunjukkan bahwa atasan dapat mempengaruhi dengan signifikan variabel lainnya dengan meningkatkan kepuasan kerja (Kreitner dan Kinicki, 2001: 226)

    Beberapa korelasi kepuasan kerja antara lain:

    1.Motivasi

    Antara motivasi dan kepuasan kerja terdapat hubungan yang positif dan signifikan. Karena kepuasan dengan pengawasan/supervisi juga mempunyai korelasi signifikan dengan motivasi, atasan/manajer disarankan mempertimbangkan bagaimana perilaku mereka mempengaruhi kepuasan pekerja sehingga mereka secara potensial dapat meningkatkan motivasi pekerja melalui berbagai usaha untuk meningkatkan kepuasan kerja.

    2.Pelibatan Kerja

    Hal ini menunjukkan kenyataan dimana individu secara pribadi dilibatkan dengan peran kerjanya. Karena pelibatan kerja mempunyai hubungan dengan kepuasan kerja, dan peran atasan/manajer perlu didorong memperkuat lingkungan kerja yang memuaskan untuk meningkatkan keterlibatan kerja pekerja.

    3.Organizational citizenship behavior

    Merupakan perilaku pekerja di luar dari apa yang menjadi tugasnya.

    4.Organizational commitment

    Mencerminkan tingkatan dimana individu mengidentifikasi dengan organisasi dan mempunyai komitmen terhadap tujuannya. Antara komitmen organisasi dengan kepuasan terdapat hubungan yang sifnifikan dan kuat, karena meningkatnya kepuasan kerja akan menimbulkan tingkat komitmen yang lebih tinggi. Selanjutnya komitmen yang lebih tinggi dapat meningkatkan produktivitas kerja.

    5.Ketidakhadiran (absenteisme)

    Antara ketidakhadiran dan kepuasan terdapat korelasi negatif yang kuat. Dengan kata lain apabila kepuasan meningkat, ketidakhadiran akan turun.

    6.Perputaran (turn over)

    Hubungan antara perputaran dengan kepuasan adalah negatif. Dimana perputaran dapat mengganggu kontinuitas organisasi dan mahal sehingga diharapkan atasan/manajer dapat meningkatkan kepuasan kerja dengan mengurangi perputaran.

    7.Perasaan Stress

    Antara perasaan stres dengan kepuasan kerja menunjukkan hubungan negatif dimana dengan meningkatnya kepuasan kerja akan mengurangi dampak negatif stres.

    8.Prestasi kerja

    Terdapat hubungan positif rendah antara kepuasan dan prestasi kerja. Sementara itu menurut Gibson (2000:110) menggambarkan hubungan timbal balik antara kepuasan dan kinerja. Di satu sisi dikatakan kepuasan kerja menyebabkan peningkatan kinerja sehingga pekerja yang puas akan lebih produktif. Di sisi lain terjadi kepuasan kerja disebabkan oleh adanya kinerja atau prestasi kerja sehingga pekerja yang lebih produktif akan mendapatkan kepuasan.

    Selanjutnya dibahas tiga model yang mencerminkan hubungan-hubungan yang berbeda antara sikap dan motivasi untuk performance secara efektif. Pada model A, kondisi kerja mempengaruhi sikap tenaga kerja terhadap pekerjaan dan organisasi, dan sikap ini secara langsung mempengaruhi secara langsung besarnya upaya untuk melakukan pekerjaan. Pada model B, Sikap kerja merupakan akibat dari, dan bukan yang menetukan motivasi kerja dan unjuk kerja. Pada model C, mengungkapkan bahwa tidak ada hubungan kausal langsung antara sikap kerja dan unjuk kerja. Sikap tidak menyebabkan timbulnya unjuk kerja tertentu. Sikap kerja yang dibicarakan dalam model A, B, dan C mengungkapkan kepuasan kerja. Makin positif sikap kerjanya, semakin besar kepuasan kerjanya.


    #Mencegah dan mengatasi ketidakpuasan kerja#

    Upaya mengatasi ketidakpuasan kerja secara umum oleh para individu karyawan dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

    1.Mengidentifikasi apa saja, kapan dan dimana ketidakpuasan kerja itu terjadi; bisa saja dalam waktu-waktu dan lokasi kerja tertentu dapat menyebabkan timbulnya ketidakpuasan kerja, mengidentifikasi faktor-faktor penyebab terjadinya ketidakpuasan kerja dan apa akibatnya terhadap kondisi fisik, psikis, mutu proses dan kinerja,

    2.Kalau faktor penyebabnya lebih pada diri sendiri maka yang harus dilakukan adalah;

    a.Mengkondisikan dirinya untuk memandang bekerja itu adalah ibadah,  aktualisasi diri, dan menyenangi pekerjaannya;
    b.Memelajari dan mengambil teladan yang baik dari mitra kerjanya yang mampu mengatasi ketidakpusan kerja;
    c.Menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja;
    d.Meningkatkan relasi sosial horisontal dan vertikal di tempat kerjanya;
    e.Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan;
    f.Mendiskusikan kondisi dan masalah ketidakpuasan dengan pihak manajer dan kalau memungkinkan dengan manajemen puncak.

    3.Sementara itu untuk kepentingan organisasi, maka yang dapat dilakukan pihak manajemen adalah sebagai berikut:


    Seperti halnya di tingkat individu karyawan maka pihak manajemen juga perlu mengidentifikasi faktor-faktor yang berkait dengan ketidakpuasan kerja karyawannya,setelah mengetahui penyebab ketidakpuasan kerja maka beberapa hal yang dapat dilakukan pihak manajemen adalah:      

    1)Membuat lingkungan kerja yang nyaman dan tidak membosankan; untuk itu diperlukan penyegaran karyawan dalam bentuk peningkatan sumberdaya manusia, penyempurnaan lingkungan fisik, dan keeratan hubungan sosial baik dengan karyawan lain maupun dengan pimpinan;
         

    2)Memberi pengakuan tentang keberadaan karyawan dengan mendorong dan melibatkan karyawan dalam menyusun rencana dan evaluasi kerja sesuai dengan kemampuannya;
         

    3)Memerkecil kejenuhan kerja karena terlalu lama bekerja di tempat atau posisi tertentu dengan melakukan perputaran karyawan secara regular misalnya rotasi dan mutasi  

    4)Menempatkan karyawan dalam posisi tertentu sesuai dengan latar belakang kompetensi dan minatnya;
         

    5)Menerapkan sistem manajemen kinerja, kompensasi, dan karir secara adil dan transparan;
         

    6)Menyediakan unit bimbingan dan konseling untuk para karyawan khususnya yang memiliki ketidakpuasan kerja dengan tujuan meningkatkan motivasi kerja mereka.
           

    Bentuk-bentuk upaya mengatasi ketidakpuasan kerja oleh karyawan dan manajemen tentunya sangat bervariasi sesuai dengan faktor penyebabnya. Dengan kata lain upayanya harus spesifik. Namun kalau untuk semua karyawan maka pihak manajemen perlu membuat kebijakan yang menekankan pencegahan agar ekonomis efisien ketimbang tindakan yang bersifat kuratif dan bakal mahal.


    Sumber :

    P.Siagian, Sondang, Prof. Dr. MPA.(1988). Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta : Rineka Citra.

    Sihotang. A. Drs. M.B.A. (2006).Menejemen Sumber Daya Manusia .Jakarta : PT Pradnya Paramita.

Senin, 04 Januari 2016

Psikologi Menejen (pertemuan 12)

#Teori-Teori Kepuasan Kerja#
1.Teori Perbandingan Intrapersonal (Discrepancy Theory)
Kepuasan atau ketidakpuasan yang dirasakan oleh individu merupakan hasil dari perbandingan atau kesenjangan yang dilakukan oleh diri sendiri terhadap berbagai macam hal yang sudah diperolehnya dari pekerjaan dan yang menjadi harapannya. Kepuasan akan dirasakan oleh individu tersebut bila perbedaan atau kesenjangan antara standar pribadi individu dengan apa yang diperoleh dari pekerjaan kecil, sebaliknya ketidakpuasan akan dirasakan oleh individu bila perbedaan atau kesenjangan antara standar pribadi individu dengan apa yang diperoleh dari pekerjaan besar.
2.Teori Keadilan (Equity Theory)
Seseorang akan merasa puas atau tidak puas tergantung apakah ia merasakan adanya keadilan atau tidak atas suatu situasi. Perasaan equity atau inequity atas suatu situasi diperoleh seseorang dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor, maupunditempat lain.
3. Teori Dua – Faktor (Two Factor Theory)
Prinsip dari teori ini adalah bahwa kepuasan dan ketidakpuasan kerja merupakan dua hal yang berbeda. Menurut teori ini, karakteristik pekerjaan dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yang satu dinamakan Dissatisfier atau hygiene factors dan yang lain dinamakan satisfier atau motivators
#Determinan Sikap Kerja#
Sikap kerja dapat dijadikan indikator apakah suatu pekerjaan berjalan lancar atau tidak. Jika sikap kerja dilaksanakan dengan baik, pekerjaan akan berjalan lancar. Jika tidak berarti akan mengalami kesulitan. Tetapi, bukan berarti adanya kesulitan karena tidak dipatuhinya sikap kerja, melainkan ada masalah lain lagi dalam hubungan antara karyawan yang akibatnya sikap kerjanya diabaikan. Sikap kerja mempunyai sisi mental yang mempengaruhi individu dalam memberikan reaksi terhadap stimulus mengenai dirinya diperoleh dari pengalaman dapat merespon stimulus tidaklah sama. Ada yang merespon secara positif dan ada yang merespon secara negative. Karyawan yang memiliki loyalitas tinggi akan memiliki sikap kerja yang positif.
#Pengukuran Sikap Kerja#
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan pada dasarnya secara praktis dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah faktor yang berasal dari dalam diri dan dibawa oleh setiap karyawan sejak mulai bekerja di tempat pekerjaannya, Sebagai contoh, karyawan yang sudah lama bekerja memiliki kecenderungan lebih puas dibandingkan dengan karyawan yang belum lama bekerja (Doering et al., 1983) Faktor eksentrinsik menyangkut hal-hal yang berasal dari luar diri karyawan, antara lain kondisi fisik lingkungan kerja, interaksinya dengan karyawan lain, sistem penggajian dan sebagainya.


Sumber :

P.Siagian, Sondang, Prof. Dr. MPA.(1988). Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta : Rineka Citra. 
Sihotang. A. Drs. M.B.A. (2006).Menejemen Sumber Daya Manusia .Jakarta : PT Pradnya Paramita.

Psikologi Manejem (minggu 11)

#Job Enrichment#

    Merupakan upaya untuk memotivasi karyawan dengan memberi mereka kesempatan untuk menggunakan berbagai kemampuan mereka. Ini adalah ide yangdikembangkan oleh psikolog Amerika. Job enrichment adalah memberikan tugas dan tanggung jawab lebih besar pada karyawan dan menambah pekerjaan dalam hal kualitas, atau kompleksitasnya. Misalnya, seorang teknisi yang biasanya menangani mesin, kemudian ditugaskan untuk menangani mesin baru yang lebih kompleks.

    Job enrichment adalah teknik yang secara perilaku berusaha membangun motivator psikologis sebagaimana digambarkan dalam two-factor theory Herxberg.

    Khususnya program pengayaan pekerjaan berusaha untuk memberikan pekerja otoritas lebih dalam perencanaan kerja dan mengontrol kecapatan dan prosedur yang digunakan dalam melakukan pekerjaan. Contoh yang dilakukan adalah menggunakan test group dan control group. Test group diberikan kepercayaan menandatangani dengan menggunakan namanya kepada surat-surat yang mereka siapkan, mendorong mereka menjadi tenaga ahli dalam masalah-masalah yang mereka hadapi, menjadikan mereka akuntabel terhadap kualitas pekerjaan mereka. Setelah enam bulan, kualitas test group, sikap, produktivitas naik, keterlambatan, absent, dan biaya kerja menurun. Di lain pihak, kinerja kontrol group tetap sama. Tetapi, job enrichment bukan tanpa resiko, mereka yang melakukannya tanpa determinasi yang kuat untuk melakuakn dengan benar akan gagal. Untuk itu diperlukan juga untuk mempertimbangkan dimensi-dimensi pekerjaan inti.


    #Langkah-Langkah dalam Redesign Pekerjaan Untuk Job Enrichment#

    A.Menggabungkan beberapa pekerjaan menjadi satu.  a.Menjadi lebih besar  b.Lebih bervariasi  c.Kecakapan lebih luas

    B.Memberikan modul kerja untuk setiap pekerja.

    C.Memberikan kesempatan pada setiap pekerja untuk dapat       bertanggung jawab.  a.Kesempatan mengatur prosedur kerja sendiri

    D.Memberikan kesempatan pekerja menghubungi kliennya         sendiri secara langsung.  a.Orang – orang yang berhubungan dengan pelaksanaan         kerjanya.

    E.Menciptakan sarana – sarana umpan balik.  a.Pekerja dapat memonitor koreksi diri.

    #Pertimbangan-Pertimbangan Dalam Job Enrichment#

    A.Jika pekerjaan terspesialisir dan sederhana dirancang kembali untuk memotivasi secara intrinsik pada pekerja, maka kualitas pelaksanaan kerja pekerja akan meningkat.

    B.Absensi – absensi dan perpindahan kerja akan berkurang.

    C.Dimensi inti yang berkaitan dengan motivasi intrinsik & lapangan kerja ( Hackman dan Oldham ), yaitu:

    a.Keragaman ketrampilan (skill variety)

    Banyaknya ketrampilan yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan. Makin banyak ragam ketrampilan yang digunakan, makin kurang membosankan pekerjaan. Misalnya, seorang salesman diminta untuk memikirkan dan menggunakan cara menjual yang berbeda, display (etalase) yang berbeda, cara yang lebih baik untuk melakukan pencatatan penjualan.

    b.Jati diri tugas (task identity)

    Tingkat sejauh mana penyelesaian pekerjaan secara keseluruhan dapat dilihat hasilnya dan dapat dikenali sebagai hasil kinerja seseorang. Tugas yang dirasakan sebagai bagian dari pekerjaan yang lebih besar dan yang dirasakan tidak merupakan satu kelengkapan tersendiri menimbulkan rasa tidak puas. Misalnya, seorang salesman diminta untuk membuat catatan tentang penjualan dan konsumen, kemudian mempunyai dan mengatur display sendiri.

    c.Tugas yang penting (task significance)

    Tingkat sejauh mana pekerjaan mempunyai dampak yang berarti bagi kehidupan orang lain, baik orang tersebut merupakan rekan sekerja dalam suatu perusahaan yang sama maupun orang lain di lingkungan sekitar. Jika tugas dirasakan penting dan berarti oleh tenaga kerja, maka ia cenderung mempunyai kepuasan kerja. Misalnya, sebuah perusahaan alat-alat rumah tangga ingin mengeluarkan produk panci baru. Para karyawan diberikan tugas untuk mencari kriteria seperti apa panci yang sangat dibutuhkan oleh ibu-ibu masa kini. (tugas tersebut memberikan kepuasan tersendiri bagi karyawan karena hasil kerjanya nanti secara langsung akan memberi manfaat kepada pelanggan)

    d.Otonomi

    Tingkat kebebasan pemegang kerja, yang mempunyai pengertian ketidaktergantungan dan keleluasaan yang diperlukan untuk menjadwalkan pekerjaan dan memutuskan prosedur apa yang akan digunakan untuk menyelesaikannya. Pekerjaan yang memberi kebebasan, ketidaktergantungan dan peluang mengambil keputusan akan lebih cepat menimbulkan kepuasan kerja. Misalnya, seorang manager mempercayai salah satu karyawan untuk memperebutkan tender dari klien. Karyawan tersebut menggunakan ide dan caranya sendiri untuk menarik perhatian klien . Karyawan diberi kebebasan untuk mengatur sendiri waktu kerja dan waktu istirahat.

    e.Umpan balik (feed back)

    Memberikan informasi kepada para pekerja tentang hasil pekerjaan sehingga para pekerja dapat segera memperbaiki kualitas dan kinerja pekerjaan. Misalnya, dalam menjual produk salesman didorong untuk mencari sendiri informasi, baik dari atasan maupun dari bagian‑bagian lain, mengenai segala hal yang berkaitan dengan jabatannya serta meminta pendapat konsumen tentang barang‑barang yang dijual, pelayanan, dll.

    Jadi kondisi psikologis kritis karyawan yang muncul karena adanya dimensi utama dalam tugas akan mempengaruhi hasil kerja karyawan yang telah termotivasi secara internal. Berhasil atau tidaknya hasil kerja dalam job enrichment tergantung oleh kekuatan kayawan untuk berkembang dan berpikir positif.


    Sumber :


    P.Siagian, Sondang, Prof. Dr. MPA.(1988). Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta : Rineka Citra.

    Sihotang. A. Drs. M.B.A. (2006).Menejemen Sumber Daya Manusia .Jakarta : PT Pradnya Paramita.

Sabtu, 02 Januari 2016

Tugas psikologi menejemen (petemuan 10)

Teori Hierarki Kebutuhan Maslow #

    Menurut Abraham Maslow manusia mempunyai lima kebutuhan yang membentuk tingkatan-tingkatan atau disebut juga hirarki dari yang paling penting hingga yang tidak penting dan dari yang mudah hingga yang sulit untuk dicapai atau didapat. Motivasi manusia sangat dipengaruhi oleh kebutuhan mendasar yang perlu dipenuhi.

    Kebutuhan maslow harus memenuhi kebutuhan yang paling penting dahulu kemudian meningkat ke yang tidak terlalu penting. Untuk dapat merasakan nikmat suatu tingkat kebutuhan perlu dipuaskan dahulu kebutuhan yang berada pada tingkat di bawahnya.

    Lima (5) kebutuhan dasar Maslow – disusun berdasarkan kebutuhan yang paling penting hingga yang tidak terlalu krusial :

    1. Kebutuhan Fisiologis

    Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan manusia yang paling mendasar untuk mempertahankan hidupnya secara fisik, yaitu kebutuhan akan makanan, minuman, tempat tinggal, seks, tidur, istirahat, dan udara. Seseorang yang mengalami kekurangan makanan, harga diri, dan cinta, pertama-tama akan mencari makanan terlebih dahulu. Bagi orang yang berada dalam keadaan lapar berat dan membahayakan, tak ada minat lain kecuali makanan. Bagi masyarakat sejahtera jenis-jenis kebutuhan ini umumnya telah terpenuhi. Ketika kebutuhan dasar ini terpuaskan, dengan segera kebutuhan-kebutuhan lain (yang lebih tinggi tingkatnya) akan muncul dan mendominasi perilaku manusia.Contohnya adalah : Sandang / pakaian, pangan / makanan, papan / rumah, dan kebutuhan biologis seperti buang air besar, buang air kecil, bernafas, dan lain sebagainya.


    2. Kebutuhan Keamanan dan Keselamatan

    Segera setelah kebutuhan dasariah terpuaskan, muncullah apa yang digambarkan Maslow sebagai kebutuhan akan rasa aman atau keselamatan. Kebutuhan ini menampilkan diri dalam kategori kebutuhan akan kemantapan, perlindungan, kebebasan dari rasa takut, cemas dan kekalutan; kebutuhan akan struktur, ketertiban, hukum, batas-batas, dan sebagainya. Kebutuhan ini dapat kita amati pada seorang anak. Biasanya seorang anak membutuhkan suatu dunia atau lingkungan yang dapat diramalkan. Seorang anak menyukai konsistensi dan kerutinan sampai batas-batas tertentu. Jika hal-hal itu tidak ditemukan maka ia akan menjadi cemas dan merasa tidak aman. Orang yang merasa tidak aman memiliki kebutuhan akan keteraturan dan stabilitas serta akan berusaha keras menghindari hal-hal yang bersifat asing dan tidak diharapkan.Contoh seperti : Bebas dari penjajahan, bebas dari ancaman, bebas dari rasa sakit, bebas dari teror, dan lain sebagainya.


    3. Kebutuhan Sosial

    Setelah terpuaskan kebutuhan akan rasa aman, maka kebutuhan sosial yang mencakup kebutuhan akan rasa memiliki-dimiliki, saling percaya, cinta, dan kasih sayang akan menjadi motivator penting bagi perilaku. Pada tingkat kebutuhan ini, dan belum pernah sebelumnya, orang akan sangat merasakan tiadanya sahabat, kekasih, isteri, suami, atau anak-anak. Ia haus akan relasi yang penuh arti dan penuh kasih dengan orang lain pada umumnya. Ia membutuhkan terutama tempat (peranan) di tengah kelompok atau lingkungannya, dan akan berusaha keras untuk mencapai dan mempertahankannya. Orang di posisi kebutuhan ini bahkan mungkin telah lupa bahwa tatkala masih memuaskan kebutuhan akan makanan, ia pernah meremehkan cinta sebagai hal yang tidak nyata, tidak perlu, dan tidak penting. Sekarang ia akan sangat merasakan perihnya rasa kesepian itu, pengucilan sosial, penolakan, tiadanya keramahan, dan keadaan yang tak menentu.Misalnya adalah : memiliki teman, memiliki keluarga, kebutuhan cinta dari lawan jenis, dan lain-lain.


    4. Kebutuhan Penghargaan

    Menurut Maslow, semua orang dalam masyarakat (kecuali beberapa kasus yang patologis) mempunyai kebutuhan atau menginginkan penilaian terhadap dirinya yang mantap, mempunyai dasar yang kuat, dan biasanya bermutu tinggi, akan rasa hormat diri atau harga diri. Karenanya, Maslow membedakan kebutuhan ini menjadi kebutuhan akan penghargaan secara internal dan eksternal. Yang pertama (internal) mencakup kebutuhan akan harga diri, kepercayaan diri, kompetensi, penguasaan, kecukupan, prestasi, ketidaktergantungan, dan kebebasan (kemerdekaan). Yang kedua (eksternal) menyangkut penghargaan dari orang lain, prestise, pengakuan, penerimaan, ketenaran, martabat, perhatian, kedudukan, apresiasi atau nama baik. Orang yang memiliki cukup harga diri akan lebih percaya diri. Dengan demikian ia akan lebih berpotensi dan produktif. Sebaliknya harga diri yang kurang akan menyebabkan rasa rendah diri, rasa tidak berdaya, bahkan rasa putus asa serta perilaku yang neurotik. Kebebasan atau kemerdekaan pada tingkat kebutuhan ini adalah kebutuhan akan rasa ketidakterikatan oleh hal-hal yang menghambat perwujudan diri. Kebutuhan ini tidak bisa ditukar dengan sebungkus nasi goreng atau sejumlah uang karena kebutuhan akan hal-hal itu telah terpuaskan.Contoh : pujian, piagam, tanda jasa, hadiah, dan banyak lagi lainnya.


    5. Kebutuhan Akutualisasi Diri (Self Actualization)

    Setiap orang ingin mengembangkan kapasitas kerjanya dengan baik. Hal ini merupakan kebutuhan untuk mewujudkan segala kemampuan (kebolehannya) dan seringkali nampak pada hal-hal yang sesuai untuk mencapai citra dan cita diri seseorang. Dalam motivasi kerja pada tingkat ini diperlukan kemampuan manajemen untuk dapat mensinkronisasikan antara cita diri dan cita organisasi untuk dapat melahirkan hasil produktivitas organisasi yang lebih tinggi.


    #Kebutuhan Yang Relevan Dengan Perilaku Dalam Organisasi#


    Tujuan utama dalam pengembangan kepemimpinan adalah membantu organisasi untuk mencapai tujuan strategisnya. Oleh karena itu, dalam konteks pengembangan kepemimpinan harus selalu terhubung dengan kebutuhan organisasi dan mendukung pencapaiannya. Kedua, pengembangan kepemimpinan haruslah memfasilitasi kondisi saat ini dan tantangan internal dan eksternal di masa depan. Untuk menganalisis kebutuhan organisasi dapat dengan melakukan proses analisis pada dokumen strategis organisasi yang terdokumentasi seperti rencana strategis, visi, misi, value, dan lain-lain. Hal ini dapat memberikan gambaran sekilas tentang kebutuhan pengembangan di tingkat organisasi maupun tingkat individu. Selain itu, dapat ketahui tantangan-tantangan yang mungkin dihadapi. Apa saja tantangan mungkin  dialami perusahan dapat dirinci sebagai berikut: Tantangan Strategis·Kejelasan visi·Dukungan dari direksi, shareholders, dan pegawai·Masalah dalam implementasi·Kengganan untuk melakukan perubahan Tantangan Internal·Merger dan akuisisi·Reorganisasi·Perekrutan dan mempertahankan karyawan·Teknologi Informasi·Struktur·Globalisasi Tantangan Eksternal·Kondisi ekonomi·Ancaman kompetitif·Harapan dari pelanggan dan mitra kerja;·Harapan dari  Shareholder·Isu ketersediaan·Keunggulan dari teknologi·Isu-isu seputar regulasi Selanjutnya setelah menganalisis dokumen strategis, tahap kedua adalah dengan dengan melakukan proses wawancara mendalam kepada senior manajemen serta pimpinan puncak yang ada dalam organisasi sehingga diketahui apa saja yang menajdi poin kritis dalam pengembangan kepemimpina. Selain itu, metode yang dapat dipakai adalah melakukan survei organisasi dan melakukan focus group discussion.

    DAFTAR PUSTAKA

    Ismail, Solihin. 2008. Pengantar Manajemen. Jakarta : Erlangga