1. Bagaimana cara terapis untuk menjelaskan tujuan
dari terapi perpektif integratif sehingga dapat membantu konseli mengembangkan
integritasnya pada level tertinggi, ditandai dengan aktualisasi diri dan
integritas yang memuaskan? (jelaskan dengan contoh)
Tujuan konseling dalam perspektif integratif yaitu membantu
konseli mengembangkan integritasnya pada level tertinggi, yang ditandai oleh
adanya aktualisasi diri dan integritas yang memuaskan.
Untuk mencapai tujuan yang ideal ini maka konseli perlu
dibantu untuk menyadari sepenuhnya situasi masalahnya, mengajarkan konseli
secara sadar dan intensif memiliki latihan pengendalian di atas masalah tingkah
laku. Terapi ini berfokus secara langsung pada tingkah laku, tujuan, masalah
dan sebagainya.
Contoh kasus:
Mila, sebut saja begitu. Seorang mahasiswa tingkat tiga di salah
satu Universitas ternama di kota Makassar. Mila dalam keseharian dikenal
sebagai seorang mahasiswa yang ramah oleh teman-temannya. Tidak ada yang salah
dalam perilakunya, namun lain halnya bagi teman-teman dekat Mila. Mereka merasa
bahwa Mila memiliki kecemasan yang berlebihan, sehingga setiap saat harus
ditemani oleh temannya. Terutama dalam hal-hal yang membutuhkan pilihan. Bagi
teman-temannya, perilaku Mila yang terlalu bergantung pada orang lain cukup
mengganggu, mereka mengkhawatirkan apa yang akan terjadi jika tidak ada mereka
disamping Mila. Setelah melakukan wawancara langsung dengan Mila yang dibungkus
dalam bentuk curhat-curhatan, Mila mengaku bahwa ia menjadi seperti itu karena
Mila yang juga merupakan anak bungsu dan satu-satunya anak perempuan di
keluarganya sewaktu kecil segalanya diuruskan oleh orang tua dan
kakak-kakaknya. Mila mengatakan bahwa pernah sekali ia bermain dengan ayahnya,
ketika sang ayah tidak melihat Mila yang tengah bersembunyi dibalik tembok dan
tiba-tiba mengagetkan ayahnya. Namun, ternyata ayahnya langsung jatuh dan
kejang-kejang sambil memegang dadanya, dan setelah dirujuk ke dokter diketahui
bahwa ayahnya terkena penyakit jantung. Mila sangat sedih dan ketakutan dan
mengaku bahwa saat itulah pertama kalinya ia dimarahi habis-habisan oleh
kakak-kakaknya.
Dalam hal ini mila diberikan penanganan dengan metode
asosiasi bebas (free association)
Dalam asosiasi bebas, klien mengungkapkan apapun yang ada
pada pikirannya. Asosiasi bebas merupakan proses pengungkapan tanpa sensor dari
pikiran-pikiran segera setalah pikiran masuk kebenak kita. Klien diminta untuk
tidak menyensor atau menyaring pikiran, tetapi membiarkan pikiran mereka
mengembara secara bebas dari satu pikiran ke pikiran lain.
Klien diminta untuk mengungkapkan apapun yang ada pada
pikirannya. Pada kasus diatas subjek diminta untuk menceritakan apapun yang ada
dipikirannya. Dengan demikian diasumsikan klien akan melepaskan hubungan yang
penuh konflik dengan orangtuanya melalui cara mentranfer perasaan mengenai orangtuanya
kepada klinisi. Ketika perasaan konflik mengenai orang tua terpacu melalui
transference, klinisi dapat membantu klien untuk proses Working trought. Pada
proses ini, klien dibantu untuk mencapai suatu resoles yang lebih sehat bagi
masalahnya dibandingkan dengan apa yang telah terjadi pada masa kanak-kanak.
Ketika pelaksaan terapi, sering terjadi (resistance) klien atau menarik diri.
Dalam hal ini tugas seorang klinis adalah membantu klien untuk mengatasi hal
tersebut. Selanjutnya klinisi melakukan interpretasi untuk membantu klien.
2.
bagaimana cara memilih metodeyang tepat untuk memilih teknik yang akan
dilakukan dalam melakukan terapi bermain? (jelaskan dengan contoh)
Pada awalnya sebelum dilakukan terapi bermain, klien
diberikan atau diberitahukan berbagai macam teknik-teknik dalam terapi bermain
dan klien dibiarkan memilih teknik apa yang diinginkan oleh klien dalam proses
terapi bermain. Karena dalam terapi bermain klien akan mengekspresikan dirinya
dan apa yang dirasakannya dalam teknik bermain tersebut.
Contoh kasus:
Seorang murid TK (taman kanak-kanak) JIS (Jakarta
International School) berinisial M menjadi korban pelecehan seksual karena
disodomi dan mendapat tindak kekerasan dari sejumlah petugas kebersihan di
sekolah itu. Kasus pelecehan seksual, pemerkosaan, sodomi dan kekerasan siswa
di sekolah JIS (Jakarta International School) ini terungkap saat ibunda bocah
berusia 5 tahun itu mengaku kepada pers bahwa anak semata wayangnya itu pertama
kali diketahui menunjukkan keanehan pada pertengahan bulan Maret lalu.
Bagaimana kronologi kejadian pelecehan seksual siswa di sekolah JIS ini hingga
bisa terungkap? "Waktu itu anak saya setiap mau berangkat sekolah pipisnya
lama, bahkan dia sampai menekan-nekan penisnya," ujarnya, Senin, 14 April
2014. "Waktu saya tanya kenapa, dia bilang enggak mau pipis di
sekolah." Sejak saat itu sang ibu terus menemukan gelagat aneh lain pada
anaknya. "Dia pernah dua kali pulang ke rumah memakai baju pengganti dari
sekolah. Waktu saya tanya kenapa, dia cuma bilang kehujanan." Namun
belakangan dia tahu bahwa anaknya itu mengompol di sekolah. Kemudian dia
memeriksa tubuh anaknya, lalu melihat luka lebam berdiameter empat sentimeter
pada pinggang kanan anaknya. "Dia bilang lebam itu akibat kepentok
meja." Setelah ditanya kenapa mengompol, putranya itu mengaku terpaksa
menahan kencing akibat takut pergi ke toilet sekolah. "Anak saya diancam
akan dipukul para pelaku kalau dia ngomong ke siapa-siapa." Satu hal yang
mengherankan ibunya ialah pihak sekolah sama sekali tidak mengetahui kejadian
ini. "Kepada kami, sekolah bilang tidak tahu apa-apa dan menyerahkan kasus
ini ke polisi." Padahal, kata dia, di sekolah putranya masuk di kelas yang
isinya 10-18 siswa. "Masak setiap dia ke WC gurunya tidak sadar kalau dia
lama dan apakah gurunya tidak melihat tanda-tanda keanehan setelah anak saya
dilecehkan?" Adapun kamera pengawas sekolah tidak terpasang di sekitar
toilet, sehingga aktivitas di sekitar lokasi itu tidak terpantau. Ibunda korban
semakin curiga karena sejak Februari lalu putranya menjadi sangat pendiam.
Berat badannya pun turun drastis dari 30 menjadi 25 kilogram hanya dalam dua
pekan. "Saya juga ngeh kalau anak saya memang sedikit pemurung." Pada
21 Maret 2014, sang ibunda kembali terkejut karena putranya lagi-lagi pulang ke
rumah memakai baju cadangan dari sekolah. Waktu itu korban bahkan terlihat
mengompol. "Saat itu dia bilang ke saya, Mami, tolong bilang ke teman Mami
yang polisi, datang ke sekolahku karena ada bapak jahat di sekolah,"
ujarnya, menirukan ucapan anaknya. Dari sana, sang ibu semakin yakin ada yang
salah dengan aktivitas anaknya di sekolah. Setelah mendekati putranya
pelan-pelan, akhirnya dia berhasil mendapatkan cerita yang mengagetkan itu.
"Tanggal 21 Maret malam, anak saya cerita kalau di sekolah dia kerap
disiksa sejumlah orang yang dipanggilnya Bapak dan Mbak." Menurut dia,
anaknya bercerita bahwa orang yang disebut Bapak itu beberapa kali memasukkan
alat vitalnya ke pantat di kamar mandi sekolah. "Anak saya mengaku
dipegangi seorang perempuan setiap kali pria yang disebut Bapak itu melakukan
aksi bejatnya. Bahkan si perempuan juga memukuli dan menelanjangi anak
saya." Salah satu cerita anaknya ialah peristiwa yang terjadi pada
pertengahan Maret lalu. Anaknya mengatakan pernah dihukum seorang perempuan di
dalam toilet. "Perempuan itu memukuli dan membuka celana anak saya,
kemudian salah seorang pelaku pria menyuruh anak saya 'mengeluarkan semut' dari
penis pria itu." Sang anak kemudian memeragakan gerakan hukuman itu. Kaget
dan marah mendengar kisah anaknya, sang ibu langsung mendatangi pihak sekolah.
Untuk menyelesaikan pada contoh kasus di atas konselor bisa
menggunakan terapi bermain atau Play theraphy yang lebih digemari oleh anak
untuk mengatasi trauma yang dialami oleh anak tersebut, menurut Mashar (dalam
penerbitan) banyak teknik yang dapat digunakan dalam Play theraphy, diantaranya
Storytelling, role playing, and imagery technique yaitu mengeluarkan konflik
didalam diri, mengenalkan cara adaptasi yang lebih sehat, dengan bertujuan
untuk memunculkan insight, menanamkan nilai – nilai dan keterampilan
menyelesaikan masalah.
3.
bagaimana cara yang paling efektif yang harus dilakukan terapis dalam metode
terapi keluarga? ((jelaskan dengan contoh))
S adalah anak yang terdiagnosa mengalami keterlambatan
bicara disebabkan kurang stimulasi usia dini serta kesalahan pola asuh. Saat
ini S duduk di TK-A sebuah TK tri-lingual di Sidoarjo. Pada masa awal
kehidupannya, subjek sering berganti pengasuh dengan pendekatan pengasuhan yang
berbeda, pola asuh yang berbeda, serta penggunaan bahasa yang berbeda pula.
Para pengasuh tersebut merupakan calon TKW magang yang bekerja di perusahaan
orang tua subjek. Para calon TKW tersebut dituntut menggunakan berbagai macam
bahasa yang telah diajarkan untuk persiapan diberangkatkan ke luar negeri. Hal
ini menyebabkan bahasa-bahasa tersebut bercampur dengan bahasa ibu yang
dimiliki subjek.
Selain itu ayah subjek sangat protektif dan tidak pernah
membiarkan subjek bermain di lingkungan luar rumah. Padahal seharusnya subjek
bisa berlatih berbicara dengan melihat interaksi yang terjadi di sekelilingnya.
Ketika di rumah pun subjek hanya memiliki sedikit dorongan untuk berbicara.
Orang tuanya pun mengaku tidak telaten dalam melatih subjek berbicara. Jika
menginginkan sesuatu, subjek terbiasa berteriak dan semua keinginannya langsung
terpenuhi. Hal ini membuat subjek semakin terbiasa untuk tidak berbicara.
Kondisi lingkungan pun tidak mendukung subjek untuk berlatih berbicara.
ANALISIS KASUS
Rancangan terapi yang diberikan kepada subjek adalah terapi
keluarga secara berkala. Hal ini dilakukan dengan cara memberikan pemahaman
kepada keluarga subjek untuk menyadari adanya kesalahan dalam pola asuh yang
membuat subjek terlambat bicara. Selain itu teknik terapi keluarga juga
bertujuan agar keluarga dapat membantu subjek dalam perubahan perilakunya,
seperti memberikan banyak kesempatan pada subjek untuk bisa berbicara dan
mengungkapan keinginannya. Keluarga juga diharapkan dapat memberikan
stimulus-stimulus pada subjek agar mau berbicara sedikit demi sedikit. Di
samping terapi keluarga, digunakan pula terapi perilaku. Terapi ini dilakukan
dengan cara memberikan pelatihan pada subjek untuk dapat melafalkan kata-kata
dengan jelas agar dapat dipahami orang lain. Selain itu, pemberdayaan
lingkungan juga penting dilakukan. Hal ini dilakukan dengan cara memberi
pemahaman kepada para pengasuh subjek dan orang-orang di sekitar subjek (selain
keluarga), mengenai keterlambatan bicara dan cara pengasuhan yang benar bagi
anak yang terlambat bicara. Kombinasi terapi tersebut diharapkan dapat
memberikan perubahan perilaku yang positif bagi subjek.
Daftar Pustaka
Habib & Hidayati. 2012. Intervensi Psikologis pada
Pendidikan Anak dengan Keterlambatan Bicara.Jurnal
Madrasah, 5, 1, 86-91.