Sabtu, 18 Juni 2016

Tugas Psikoterapi (pertemuan 4)

1. Bagaimana cara terapis untuk menjelaskan tujuan dari terapi perpektif integratif sehingga dapat membantu konseli mengembangkan integritasnya pada level tertinggi, ditandai dengan aktualisasi diri dan integritas yang memuaskan? (jelaskan dengan contoh)

Tujuan konseling dalam perspektif integratif yaitu membantu konseli mengembangkan integritasnya pada level tertinggi, yang ditandai oleh adanya aktualisasi diri dan integritas yang memuaskan.
Untuk mencapai tujuan yang ideal ini maka konseli perlu dibantu untuk menyadari sepenuhnya situasi masalahnya, mengajarkan konseli secara sadar dan intensif memiliki latihan pengendalian di atas masalah tingkah laku. Terapi ini berfokus secara langsung pada tingkah laku, tujuan, masalah dan sebagainya.

Contoh kasus:
Mila, sebut saja begitu. Seorang mahasiswa tingkat tiga di salah satu Universitas ternama di kota Makassar. Mila dalam keseharian dikenal sebagai seorang mahasiswa yang ramah oleh teman-temannya. Tidak ada yang salah dalam perilakunya, namun lain halnya bagi teman-teman dekat Mila. Mereka merasa bahwa Mila memiliki kecemasan yang berlebihan, sehingga setiap saat harus ditemani oleh temannya. Terutama dalam hal-hal yang membutuhkan pilihan. Bagi teman-temannya, perilaku Mila yang terlalu bergantung pada orang lain cukup mengganggu, mereka mengkhawatirkan apa yang akan terjadi jika tidak ada mereka disamping Mila. Setelah melakukan wawancara langsung dengan Mila yang dibungkus dalam bentuk curhat-curhatan, Mila mengaku bahwa ia menjadi seperti itu karena Mila yang juga merupakan anak bungsu dan satu-satunya anak perempuan di keluarganya sewaktu kecil segalanya diuruskan oleh orang tua dan kakak-kakaknya. Mila mengatakan bahwa pernah sekali ia bermain dengan ayahnya, ketika sang ayah tidak melihat Mila yang tengah bersembunyi dibalik tembok dan tiba-tiba mengagetkan ayahnya. Namun, ternyata ayahnya langsung jatuh dan kejang-kejang sambil memegang dadanya, dan setelah dirujuk ke dokter diketahui bahwa ayahnya terkena penyakit jantung. Mila sangat sedih dan ketakutan dan mengaku bahwa saat itulah pertama kalinya ia dimarahi habis-habisan oleh kakak-kakaknya.
Dalam hal ini mila diberikan penanganan dengan metode asosiasi bebas (free association)
Dalam asosiasi bebas, klien mengungkapkan apapun yang ada pada pikirannya. Asosiasi bebas merupakan proses pengungkapan tanpa sensor dari pikiran-pikiran segera setalah pikiran masuk kebenak kita. Klien diminta untuk tidak menyensor atau menyaring pikiran, tetapi membiarkan pikiran mereka mengembara secara bebas dari satu pikiran ke pikiran lain.
Klien diminta untuk mengungkapkan apapun yang ada pada pikirannya. Pada kasus diatas subjek diminta untuk menceritakan apapun yang ada dipikirannya. Dengan demikian diasumsikan klien akan melepaskan hubungan yang penuh konflik dengan orangtuanya melalui cara mentranfer perasaan mengenai orangtuanya kepada klinisi. Ketika perasaan konflik mengenai orang tua terpacu melalui transference, klinisi dapat membantu klien untuk proses Working trought. Pada proses ini, klien dibantu untuk mencapai suatu resoles yang lebih sehat bagi masalahnya dibandingkan dengan apa yang telah terjadi pada masa kanak-kanak. Ketika pelaksaan terapi, sering terjadi (resistance) klien atau menarik diri. Dalam hal ini tugas seorang klinis adalah membantu klien untuk mengatasi hal tersebut. Selanjutnya klinisi melakukan interpretasi untuk membantu klien.

2. bagaimana cara memilih metodeyang tepat untuk memilih teknik yang akan dilakukan dalam melakukan terapi bermain? (jelaskan dengan contoh)

Pada awalnya sebelum dilakukan terapi bermain, klien diberikan atau diberitahukan berbagai macam teknik-teknik dalam terapi bermain dan klien dibiarkan memilih teknik apa yang diinginkan oleh klien dalam proses terapi bermain. Karena dalam terapi bermain klien akan mengekspresikan dirinya dan apa yang dirasakannya dalam teknik bermain tersebut.

Contoh kasus:
Seorang murid TK (taman kanak-kanak) JIS (Jakarta International School) berinisial M menjadi korban pelecehan seksual karena disodomi dan mendapat tindak kekerasan dari sejumlah petugas kebersihan di sekolah itu. Kasus pelecehan seksual, pemerkosaan, sodomi dan kekerasan siswa di sekolah JIS (Jakarta International School) ini terungkap saat ibunda bocah berusia 5 tahun itu mengaku kepada pers bahwa anak semata wayangnya itu pertama kali diketahui menunjukkan keanehan pada pertengahan bulan Maret lalu. Bagaimana kronologi kejadian pelecehan seksual siswa di sekolah JIS ini hingga bisa terungkap? "Waktu itu anak saya setiap mau berangkat sekolah pipisnya lama, bahkan dia sampai menekan-nekan penisnya," ujarnya, Senin, 14 April 2014. "Waktu saya tanya kenapa, dia bilang enggak mau pipis di sekolah." Sejak saat itu sang ibu terus menemukan gelagat aneh lain pada anaknya. "Dia pernah dua kali pulang ke rumah memakai baju pengganti dari sekolah. Waktu saya tanya kenapa, dia cuma bilang kehujanan." Namun belakangan dia tahu bahwa anaknya itu mengompol di sekolah. Kemudian dia memeriksa tubuh anaknya, lalu melihat luka lebam berdiameter empat sentimeter pada pinggang kanan anaknya. "Dia bilang lebam itu akibat kepentok meja." Setelah ditanya kenapa mengompol, putranya itu mengaku terpaksa menahan kencing akibat takut pergi ke toilet sekolah. "Anak saya diancam akan dipukul para pelaku kalau dia ngomong ke siapa-siapa." Satu hal yang mengherankan ibunya ialah pihak sekolah sama sekali tidak mengetahui kejadian ini. "Kepada kami, sekolah bilang tidak tahu apa-apa dan menyerahkan kasus ini ke polisi." Padahal, kata dia, di sekolah putranya masuk di kelas yang isinya 10-18 siswa. "Masak setiap dia ke WC gurunya tidak sadar kalau dia lama dan apakah gurunya tidak melihat tanda-tanda keanehan setelah anak saya dilecehkan?" Adapun kamera pengawas sekolah tidak terpasang di sekitar toilet, sehingga aktivitas di sekitar lokasi itu tidak terpantau. Ibunda korban semakin curiga karena sejak Februari lalu putranya menjadi sangat pendiam. Berat badannya pun turun drastis dari 30 menjadi 25 kilogram hanya dalam dua pekan. "Saya juga ngeh kalau anak saya memang sedikit pemurung." Pada 21 Maret 2014, sang ibunda kembali terkejut karena putranya lagi-lagi pulang ke rumah memakai baju cadangan dari sekolah. Waktu itu korban bahkan terlihat mengompol. "Saat itu dia bilang ke saya, Mami, tolong bilang ke teman Mami yang polisi, datang ke sekolahku karena ada bapak jahat di sekolah," ujarnya, menirukan ucapan anaknya. Dari sana, sang ibu semakin yakin ada yang salah dengan aktivitas anaknya di sekolah. Setelah mendekati putranya pelan-pelan, akhirnya dia berhasil mendapatkan cerita yang mengagetkan itu. "Tanggal 21 Maret malam, anak saya cerita kalau di sekolah dia kerap disiksa sejumlah orang yang dipanggilnya Bapak dan Mbak." Menurut dia, anaknya bercerita bahwa orang yang disebut Bapak itu beberapa kali memasukkan alat vitalnya ke pantat di kamar mandi sekolah. "Anak saya mengaku dipegangi seorang perempuan setiap kali pria yang disebut Bapak itu melakukan aksi bejatnya. Bahkan si perempuan juga memukuli dan menelanjangi anak saya." Salah satu cerita anaknya ialah peristiwa yang terjadi pada pertengahan Maret lalu. Anaknya mengatakan pernah dihukum seorang perempuan di dalam toilet. "Perempuan itu memukuli dan membuka celana anak saya, kemudian salah seorang pelaku pria menyuruh anak saya 'mengeluarkan semut' dari penis pria itu." Sang anak kemudian memeragakan gerakan hukuman itu. Kaget dan marah mendengar kisah anaknya, sang ibu langsung mendatangi pihak sekolah.
Untuk menyelesaikan pada contoh kasus di atas konselor bisa menggunakan terapi bermain atau Play theraphy yang lebih digemari oleh anak untuk mengatasi trauma yang dialami oleh anak tersebut, menurut Mashar (dalam penerbitan) banyak teknik yang dapat digunakan dalam Play theraphy, diantaranya Storytelling, role playing, and imagery technique yaitu mengeluarkan konflik didalam diri, mengenalkan cara adaptasi yang lebih sehat, dengan bertujuan untuk memunculkan insight, menanamkan nilai – nilai dan keterampilan menyelesaikan masalah.

3. bagaimana cara yang paling efektif yang harus dilakukan terapis dalam metode terapi keluarga? ((jelaskan dengan contoh))

S adalah anak yang terdiagnosa mengalami keterlambatan bicara disebabkan kurang stimulasi usia dini serta kesalahan pola asuh. Saat ini S duduk di TK-A sebuah TK tri-lingual di Sidoarjo. Pada masa awal kehidupannya, subjek sering berganti pengasuh dengan pendekatan pengasuhan yang berbeda, pola asuh yang berbeda, serta penggunaan bahasa yang berbeda pula. Para pengasuh tersebut merupakan calon TKW magang yang bekerja di perusahaan orang tua subjek. Para calon TKW tersebut dituntut menggunakan berbagai macam bahasa yang telah diajarkan untuk persiapan diberangkatkan ke luar negeri. Hal ini menyebabkan bahasa-bahasa tersebut bercampur dengan bahasa ibu yang dimiliki subjek.
Selain itu ayah subjek sangat protektif dan tidak pernah membiarkan subjek bermain di lingkungan luar rumah. Padahal seharusnya subjek bisa berlatih berbicara dengan melihat interaksi yang terjadi di sekelilingnya. Ketika di rumah pun subjek hanya memiliki sedikit dorongan untuk berbicara. Orang tuanya pun mengaku tidak telaten dalam melatih subjek berbicara. Jika menginginkan sesuatu, subjek terbiasa berteriak dan semua keinginannya langsung terpenuhi. Hal ini membuat subjek semakin terbiasa untuk tidak berbicara. Kondisi lingkungan pun tidak mendukung subjek untuk berlatih berbicara.

ANALISIS KASUS
Rancangan terapi yang diberikan kepada subjek adalah terapi keluarga secara berkala. Hal ini dilakukan dengan cara memberikan pemahaman kepada keluarga subjek untuk menyadari adanya kesalahan dalam pola asuh yang membuat subjek terlambat bicara. Selain itu teknik terapi keluarga juga bertujuan agar keluarga dapat membantu subjek dalam perubahan perilakunya, seperti memberikan banyak kesempatan pada subjek untuk bisa berbicara dan mengungkapan keinginannya. Keluarga juga diharapkan dapat memberikan stimulus-stimulus pada subjek agar mau berbicara sedikit demi sedikit. Di samping terapi keluarga, digunakan pula terapi perilaku. Terapi ini dilakukan dengan cara memberikan pelatihan pada subjek untuk dapat melafalkan kata-kata dengan jelas agar dapat dipahami orang lain. Selain itu, pemberdayaan lingkungan juga penting dilakukan. Hal ini dilakukan dengan cara memberi pemahaman kepada para pengasuh subjek dan orang-orang di sekitar subjek (selain keluarga), mengenai keterlambatan bicara dan cara pengasuhan yang benar bagi anak yang terlambat bicara. Kombinasi terapi tersebut diharapkan dapat memberikan perubahan perilaku yang positif bagi subjek.



Daftar Pustaka
Habib & Hidayati. 2012. Intervensi Psikologis pada Pendidikan Anak dengan     Keterlambatan      Bicara.Jurnal Madrasah, 5, 1, 86-91.


Sabtu, 11 Juni 2016

Tugas Psikoterapi ( Pertemuan 3)

1.Konsep Analisis Transaksional

         Metode analisis transaksional muncul sekitar pertengahan tahun 1950-an, dari pengakuan seorang pasien, pasien itu merupakan seorang pengacara, dia berkomentar dalam sesi terapinya bahwa ia hanyalah seorang anak laki-laki kecil daripada daripada seorang pengacara yang matang. Pengertian ini mengarah pada analisis struktural dan tahap ego (tahap mental anak dan dewasa).

Analisis transaksional adalah psikoterapi transaksional yang dapat digunakan dalam terapi individual, tetapi lebih cocok untuk digunakan dalam terapi kelompok. Analisis transaksional (AT) berbeda dengan sebagian besar terapi lain karena merupakan suatu terapi kontraktual dan desisional. AT melibatkan suatu kontrak yang dibuat oleh klien, yang dengan jelas menyatakan tujuan-tujuan dan arah proses terapi. AT juga berfokus pada putusan-putusan baru. AT menekankan aspek-aspek kognitif rasional-behavior dan berorientasi kepada peningkatan kesadaran sehingga klien akan mampu membuat putusan-putusan baru dan mengubah cara hidupnya.

Pendekatan ini dikembangkan oleh Eric Berne, berlandaskan suatu teori kepribadian yang berkenaan dengan analisis struktural dan transaksional. Teori ini menyajikan suatu kerangka bagi analisis terhadap tiga kedudukan ego yang terpisah, yaitu : orang tua, orang dewasa, dan anak. Tinjauan teoritik tentang analisis transaksional adalah untuk memperkaya kemampuan-kemapuan menghadapi, dan mengatur situasi yang paling dalam dan interaksi kehidupan nyata.

Tinjauan teoritik tentang analisis transaksional dikaitkan dengan suatu pendekatan yang mengaitkan internal (intrapsikis) dengan interpersonal dan relasional. Pada intinya, makna analisis transaksional adalah untuk memperkaya kemampuan-kemampuan menghadapi (coping) dan mengatur (regulatory) situasi yang paling dalam dan interaksi kehidupan nyata.


2. Perbandingan Terapi Individu & Terapi Kelompok

           Terapi individual adalah penanganan klien dengan pendekatan hubungan individual antara seorang terapis dengan seorang klien. Suatu hubungan yang terstruktur yang terjalin antara perawat dan klien untuk mengubah perilaku klien. Hubungan yang dijalin adalah hubungan yang disengaja dengan tujuan terapi, dilakukan dengan tahapan sistematis (terstruktur) sehingga melalui hubungan ini terjadi perubahan tingkah laku klien sesuai dengan tujuan yang ditetapkan di awal hubungan. Sedangkan terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang terapis atau petugas kesehatan jiwa yang telah terlatih. Terapi kelompok adalah terapi psikologi yang dilakukan secara kelompok untuk memberikan stimulasi bagi klien dengan gangguan interpersonal. Keuntungan yang diperoleh individu melalui terapi aktivitas kelompok ini adalah dukungan (support), pendidikan, meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, meningkatkan kemampuan hubungan interpersonal dan meningkatkan uji realitas sehingga terapi aktivitas kelompok ini dapat dilakukan pada karakteristik gangguan seperti : gangguan konsep diri, harga diri rendah, perubahan persepsi sensori halusinasi, klien dengan perilaku kekerasan atau agresif dan amuk serta menarik diri/isolasi sosial.


3. Metode Terapi Rasional Emotif

           Terapi rasional emotif (TRE) adalah aliran psikoterapi yang berlandaskan asumsi bahwa manusia dilahirkan dengan potensi, baik untuk berpikir rasional dan jujur maupun untuk berpikir irasional dan jahat. Manusia memiliki kecenderungan-kecenderungan untuk memelihara diri, berbahagia, berpikir dan mengatakan, mencintai, bergabung dengan orang lain, serta tumbuh dan mengaktualisasikan diri. Akan tetapi, manusia juga memiliki kecenderungan-kecenderungan ke arah menghancurkan diri, menghindari pemikiran, berlambat-lambat, menyesali kesalahan-kesalahan secara tak berkesudahan, takhayul, intoleransi, perfeksionisme, dan mencela diri, serta menghindari pertumbuhan dan aktualisasi diri.
Terapi rasional emotif menegaskan bahwa manusia memiliki sumber-sumber yang tak terhingga bagi aktualisasi potensi-potensi dirinya dan bisa mengubah ketentuan-ketentuan pribadi dan masyarakat. Manusia dilahirkan dengan kecenderungan untuk mendesakkan pemenuhan keinginan-keinginan, tuntutan-tuntutan, hasrat-hasrat, dan kebutuhan-kebutuhan dalam hidupnya. Jika tidak segera mencapai apa yang diinginkannya, manusia mempersalahkan dirinya sendiri ataupun orang lain.
TRE menekankan bahwa manusia berpikir, beremosi, dan bertindak secara stimulan. Jarang manusia beremosi tanpa berpikir, sebab perasaan- perasaan biasanya dicetuskan oleh persepsi atas suatu situasi yang spesifik.
Menurut Allbert Ellis, manusia bukanlah makhluk yang sepenuhnya ditentukan secara biologis dan didorong oleh naluri-naluri. Ia melihat individu sebagai makhluk unik dan memiliki kekuatan untuk memahami keterbatasan-keterbatasan, untuk mengubah pandangan-pandangan dan nilai-nilai dasar yang telah diintroyeksikannya secara tidak kritis pada masa kanak-kanak, dan untuk mengatasi kecenderungan-kecenderungan menolak diri sendiri. Sebagai akibatnya, mereka akan bertingkah laku berbeda dengan cara mereka bertingkah laku di masa lampau. Jadi, karena bisa berpikir dan bertindak sampai menjadikan dirinya berubah, mereka bukan korban-korban pengkondisian masa lampau yang pasif.
Unsur pokok terapi rasional-emotif adalah asumsi bahwa berpikir dan emosi bukan dua proses yang terpisah Menurut Ellis, pilaran dan emosi merupakan dua hal yang saling bertumpang tindih, dan dalam prakteknya kedua hal itu saling terkait. Emosi disebabkan dan dikendalikan oleh pikiran. Emosi adalah pikiran yang dialihkan dan diprasangkakan sebagai suatu proses sikap dan kognitif yang intristik. Pikiran-pikiran seseorang dapat menjadi emosi seseorang dan merasakan sesuatu dalam situasi tertentu dapat menjadi pemikiran seseorang. Atau dengan kata lain, pikiran mempengaruhi emosi dan sebaliknya emosi mempengarulu pikiran. Pikiran seseorang dapat menjadi emosinya, dan emosi dalam keadaan tertentu dapat berubah menjadi pikiran.
Pandangan yang penting dari teori rasional-emotif adalah konsep hahwa banyak perilaku emosional indiuidu yang berpangkal pada “self-talk:” atau “omong diri” atau internatisasi kalimat-kalimat yaitu orang yang menyatakan kepada dirinya sendiri tentang pikiran dan emosi yang bersifat negatif. Adanya orang-orang yang seperti itu, menurut Eilis adalah karena:
(1) terlalu bodoh untuk berpikir secara jelas.
(2) orangnya cerdas tetapi tidak tahu bagaimana berpikir secara cerdas tetapi tidak tahu bagaimana herpikir secara jelas dalam hubungannya dengan keadaan emosi.

(3) orangnya cerdas dan cukup berpengetahuan tetapi terlalu neurotik untuk menggunakan kecerdasan dan pengetahuan secara memadai.

4. Metode Terapi Perilaku

               Terapi perilaku (Behaviour therapy, behavior modification) adalah pendekatan untuk psikoterapi yang didasari oleh Teori Belajar (learning theory) yang bertujuan untuk menyembuhkan psikopatologi seperti; depression, anxiety disorders, phobias, dengan memakai tehnik yang didisain menguatkan kembali perilaku yang diinginkan dan menghilangkan perilaku yang tidak diinginkan. Terapi perilaku pertama kali ditemukan pada tahun 1953 dalam proyek penelitian oleh BF Skinner, Ogden Lindsley, dan Harry C. Salomo. Selain itu termasuk juga Wolpe Yusuf dan Hans Eysenck. Secara umum, terapi perilaku berasal dari tiga Negara, yaitu Afrika Selatan (Wolpe), Amerika Serikat (Skinner), dan Inggris (Rachman dan Eysenck) yang masing-masing memiliki pendekatan berbeda dalam melihat masalah perilaku. Eysenck memandang masalah perilaku sebagai interaksi antara karakteristik kepribadian, lingkungan, dan perilaku.

                                                           
                                                           Daftar Pustaka:

- Corey, Gerald. 1999. Teori Dan Praktek Konseling Dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama.
- Gunarsa, Singgih D.2000. Konseling Dan Psikoterapi. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
- Nevid, jeffery. 2005. Psikologi Abnormal. Jakarta: Erlangga.
- I, M. Ingram. 1993. Catatan kuliah psikiatri. Jakarta: Buku kedokteran EGC.
- Rawlins, T.R.P., Williams, S.R., Beck, C.M. 1993. Mental Health Psychiatric Nursing a Holistic                 Lif e Cycle Approach. St. Louis : Mosby Year Book

Sabtu, 14 Mei 2016

Tugas Psikoterapi (Pertemuan 2)


Definisi dan Sejarah Terapi Humanistik-Eksistensial 

Istilah psikologi humanistik (Humanistic Psychology) diperkenalkan oleh sekelompok ahli psikologi yang pada awal tahun 1960-an bekerja sama di bawah kepemimpinan Abraham Maslow dalam mencari alternatif dari dua teori yang sangat berpengaruh atas pemikiran intelektual dalam psikologi. Kedua teori yang dimaksud adalah psikoanalisis dan behaviorisme. Maslow menyebut psikologi humanistik sebagai “kekuatan ketiga” (a third force).
Meskipun tokoh-tokoh  psikologi humanistik memiliki pandangan yang berbeda-beda, tetapi mereka berpijak pada konsepsi fundamental yang sama mengenai manusia, yang berakar pada salah satu aliran filsafat modern, yaitu eksistensialisme. Eksistensialisme adalah hal yang mengada-dalam dunia (being-in-the-world) dan menyadari penuh akan keberadaannya (Koeswara, 1986 : 113). Eksistensialisme menolak paham yang menempatkan manusia semata-mata sebagai hasil bawaan ataupun lingkungan. Sebaliknya, para filsuf eksistensialis percaya bahwa setiap individu memiliki kebebasan untuk memilih tindakan, menentukan sendiri nasib atau wujud dari keberadaannya, serta bertanggung jawab atas pilihan dan keberadaannya, dalam hal ini “pilihan” menjadi evaluasi tertinggi dari tindakan yang akan diambil oleh seseorang.
Teori eksistensial-humanistik menekankan renungan filosofi tentang apa artinya menjadi manusia. Banyak para ahli psikologi yang berorientasi eksistensial,mengajukan argumen menentang pembatasan studi tingkah laku pada metode-metode yang digunakan oleh ilmu alam.
Terapi eksistensial berpijak pada premis bahwa manusia tidak bisa lari dari kebebasan dan bahwa kebebasan dan tanggung jawab berkaitan. Dalam penerapan-penerapan terapeutiknya eksistensial-humanistik memusatkan perhatian pada filosofis yang melandasi terapi. Pendekatan atau teori eksistensial-humanistik menyajikan suatu landasan filosofis bagi orang berhubungan dengan sesama yang menjadi ciri khas, kebutuhan yang unik dan menjadi tujuan konselingnya, dan yang melalui implikasi-implikasi bagi usaha membantu dalam menghadapi pertanyaan-pertanyaan dasar yang menyangkut keberadaan manusia.
Pendekatan eksistensial-humanistik mengembalikan pribadi kepada fokus sentral, sentral memberikan gambaran tentang manusia pada tarafnya yang tertinggi. Ia menunjukkan bahwa manusia selalu ada dalam proses pemenjadian dan bahwa manusia secara sinambung mengaktualkan dan memenuhi potensinya. Pendekatan eksistensial secara tajam berfokus pada fakta-fakta utama keberadaan manusia – kesadaran diri dan kebebasan yang konsisten.
Pendekatan Eksistensial-humanistik berfokus pada diri manusia. Pendekatan ini mengutamakan suatu sikap yang menekankan pada pemahaman atas manusia. Pendekatan Eksistensial-Humanistik dalam konseling menggunakan sistem tehnik-tehnik yang bertujuan untuk mempengaruhi konseli. Pendekatan terapi eksistensial-humanistik bukan merupakan terapi tunggal, melainkan suatu pendekatan yang mencakup terapi-terapi yang berlainan yang kesemuanya berlandaskan konsep-konsep dan asumsi-asumsi tentang manusia.
Ø  Konsep Utama Terapi Humanistik-Eksistensial
1. Kesadaran Diri
Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan yang unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan memutuskan. Semakin kuat kesadaran diri seorang, maka akan semakin besar pula kebebasan yang ada pada orang itu. Kesadaran untuk memilih alternatif-alternatif yakni memutuskan secara bebas didalam kerangka pembatasnya adalah suatu aspek yang esensial pada manusia. Kebebasan memilih dan bertindak itu disertai tanggung jawab. Para ekstensialis menekan manusia bertanggung jawab atas keberadaan dan nasibnya.
2. Kebebasan, tanggung jawab, dan kecemasan
Kesadaran atas kebebasan dan tanggung jawab bisa menimbulkan kecemasan yang menjadi atribut dasar pada manusia. Kecemasan ekstensial bisa diakibatkan atas keterbatasannya dan atas kemungkinan yang tak terhindarkan untuk mati (nonbeing). Kesadaran atas kematian memiliki arti penting bagi kehidupan individu sekarang, sebab kesasaran tersebut menghadapkan individu pada kenyataan bahwa dia memiliki waktu yang terbatas untuk mengaktualkan potensi-potensinya. Dosa ekstensial yang juga merupakan bagian kondisi manusia. Adalah akibat dari kegagalan individu untuk benar-benar menjadi sesuatu sesuai dengan kemampuannya.
3. Penciptaan Makna
Manusia itu unik dalam arti bahwa ia berusaha untuk menentukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan. Menjadi manusia juga berarti menghadapi kesendirian (manusia lahir sendirian dan mati sendirian pula). Walaupun pada hakikatnya sendirian, manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya dalam suatu cara yang bermakna, sebab manusia adalah mahluk rasional. Kegagalan dalam menciptakan hubungan yang bermakna bisa menimbulkan kondisi-kondisi isolasi dipersonalisasi, alineasi, keterasingan, dan kesepian. Manusia juga berusaha untuk mengaktualkan diri yakni mengungkapkan potensi-potensi manusiawinya. Sampai tarap tertentu, jika tidak mampu mengaktualkan diri, ia bisa menajdi “sakit”.
Tujuan-tujuan Terapeutik
    Terapi eksistensial bertujuan agar klien mengalami keberadaannya secara otentik dengan menjadi sadar atas keberadaan dan potensi-potensi serta sadar bahwa ia dapat membuka diri dan bertindak atas kemampuannya.
Fungsi dan Peran Terapis dalam Terapi Humanistik-Eksistensial
   Terapis dalam terapi humanistik eksistensial mempunyai tugas utama, yaitu berusaha untuk memahami klien sebagai sesuatu yang ada di dalam dunia ini. Dimana tekhnik yang digunakannya itu selalui mendahului suatu pemahaman yang mendalam terhadap kliennya. Prosedur yang digunakan bisa bervariasi, tidak hanya dari klien yang satu ke klien yang lainnya, tetapi juga dari satu ke lain fase terapi yang dijalani oleh klien yang sama.
Ø  Prosedur dan Teknik Terapi
Menurut Baldwin (1987), inti dari terapi ini adalah penggunaan pribadi terapi
1. Kapasitas Untuk Sadar Akan Dirinya : Implikasi Konseling.
Meningkatkan kesadaran diri, yang mencakup kesadaran akan adanya alternative, motivasi, factor yang mempengaruhi seseorang dan tujuan hidup pribadi, merupakan sasaran dari semua konseling. Adalah tugas terapis untuk menunjukkan kepada klien bahwa peningkatan kesadaran memerlukan imbalan.
2. Kebebasan dan Tanggung Jawab : Implikasi Konseling.
Terapis eksistensial terus-menerus mengarahkan fokus pada pertanggungjawaban klien atas situasi mereka. Mereka tidak membiarkan klien menyalahkan orang lain, menyalahkan kekuatan dari luar, ataupun menyalahkan bunda mengandug. Apabila klien tidak mau mengakui dan menerima pertanggungjawaban bahwa sebenarnya mereka sendirilah yang menciptakan situasi yang ada, maka sedikit saja motivasi mereka untuk ikut terlibat dalam usaha perubahan pribadi (May & Yalom, 1989; Yalom 1980).
Terapis membantu klien dalam menemukan betapa mereka telah menghindari kebebasan dan membangkitkan semangat mereka untuk belajar mengambil resiko dengan menggunakan kebebasan itu. Kalau tidak berbuat seperti itu berarti klien tak mampu berjalan dan secara neurotik menjadi tergantung pada terapis.
Terapis perlu mengajarkan klien bahwa secara eksplisit mereka menerima fakta bahwa mereka memiliki pilihan, meskipun mereka mungkin selama hidupnya selalu berusaha untuk menghindarinya.
3. Usaha Untuk Mendapatkan Identitas dan Bisa Berhubungan Dengan Orang Lain : Implikasi Konseling. 
Bagian dari langkah terapeutik terdiri dari tugasnya untuk menantang klien mereka untuk mau memulai meneliti cara dimana mereka telah kehilangan sentuhan identitas mereka, terutama dengan jalan membiarkan orang lain memolakan hidup bagi mereka. Proses terapi itu sendiri sering menakutkan bagi klien manakala mereka melihat kenyataan bahwa mereka telah menyerahkan kebebasan mereka kepada orang lain dan bahwa dalam hubungan terapi mereka terpaksa menerima kembali. Dengan jalan menolak untuk memberikan penyelesaian atau jawaban yang mudah maka terapis memaksa klien berkonfrontasi dengan realitas yang hanya mereka sendiri yang harus bisa menemukan jawaban mereka sendiri.
4. Pencarian Makna : Implikasi Konseling.
Berhubungan dengan konsep ketidakbermaknaan adalah apa yang oleh pratis eksistensial disebut sebagai kesalahan eksistensial. Ini adalah kondisi yang tumbuh dari perasaan ketidaksempurnaan atau kesadaran akan kenyataan bahwa orang ternyata tidak menjadi siapa dia seharusnya. Ini adalah kesadaran bahwa tindakan serta pilihan sesorang mengungkapkan kurang dari potensi sepenuhnya yang dimilikinya sebagai pribadi. Manakala orang mengabaikan potensi-potensi tertentu yang dimiliki, maka tentu ada perasaan kesalahan eksistensial ini. Beban kesalahan ini tidak dipandang sebagai neurotik, juga bukan sebagai gejala yang memerlukan penyembuhan. Yang dilakukan oleh terapis eksistensial adalah menggalinya untk mengetahui apa yang bisa dipelajari klie tentang cara mereka menjalani kehidupan. Dan ini bisa digunakan untuk menantang kehadiran makna dan arah hidup.
5. Kecemasan Sebagai Kondisi Dalam Hidup : Implikasi Konseling.
Kecemasan merupakan materi dalam sesi terapi produktif. Kalau klien tidak mengalami kecemasan maka motivasi untuk mengalami perubahan menjadi rendah. Jadi, terapis yang berorientasi eksistensial dapat menolong klien mengenali bahwa belajar bagaimana bertenggang rasa dengan keragu-raguan dan ketidakpastian dan bagaimana caranya hidup tanpa ditopang bisa merupakan tahap yang perlu dialami daam perjalanan dari hidup yang serba tergantung kea lam kehidupan sebagai manusia yang lebih autonom. Terapis dan klien dapat menggali kemungkinan yang ada, yaitu bahwa melepaskan diri dari pola yang tidak sehat dan membangun gaya hidup baru bisa disertai dari pola yang tidak sehat dan membangun gaya hidup baru bisa berkurang pada saat klien mengalami hal-hal yang ebih memuaskan dengan cara-cara hidup yang lebih baru. Maakala klien menjadi lebih percaya diri maka kecemasan mereka sebagai akibat dari ramalan-ramalan akan datangnya bencana akan menjadi berkurang.
6. Kesadaran Akan Maut dan Ketiadaan : Implikasi Konseling.
Latihan dapat memobilisasikan klien untuk secara sungguh-sungguh memantapkan waktu yang masih mereka miliki, dan ini bisa menggugah mereka untuk mau menerima kemungkinan bahwa mereka bisa menerima keberadaannya sebagai mayat hidup sebagai pengganti kehidupan yang lebih bermakna.
Ø  Tahap-tahap Pelaksanaan Terapi Humanistik Eksistensial
    Pendekatan ini bisa menggunakan beberapa teknik dan konsep psikoanalitik dan juga bisa menggunakan teknik kognitif-behavioral. Metode ini berasal dari Gestalt dan analisis transaksional. Terdapat tiga tahap yang dapat dilakukan oleh terapis dalam terapi humaniatik eksistesial, antara lain :
·   Tahap pendahuluan
Konselor mambantu klien dalam mengidentifikasi dan mnegklarifikasi asumsi mereka terhadap dunia. Klien diajak mendefinisikan cara pandang agar eksistensi mereka diterima. Konselor mengajarkan mereka bercemin pada eksistensial mereka dan meneliti peran mereka dalam hal penciptaan masalah dalam kehidupan mereka.
·   Tahap pertengahan
Klien didorong agar bersemangat untuk lebih dalam meneliti sumber dan otoritas dan sistem mereka. Semangat ini akan memberikan klien pemahaman baru dan restrukturisasi nilai dan sikap mereka untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan dianggap pantas.
·   Tahap akhir
Berfokus untuk bisa melaksanakan apa yang telah mereka pelajari tentang diri mereka. Klien didorong untuk mengaplikasikan nilai barunya dengan jalan yang kongkrit. Klien biasanya akan menemukan kekuatan untuk menjalani eksistensi kehidupannya yang memiliki tujuan. Dalam perspektif eksistensial, teknik sendiri dipandang alat untuk membuat klien sadar akan pilihan mereka, serta bertanggungjawab atas penggunaan kebebasan pribadinya.
Ø  Kekurangan dan Kelebihan Terapi Humanistik-Ekstensial
1.    Kelebihan
·  Teknik ini dapat digunakan bagi klien yang mengalami kekurangan dalam perkembangan dan
   kepercayaan diri.
· Adanya kebebasan klien untuk mengambil keputusan sendiri
·  Memanusiakan manusia
·  Bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan
   sikap, analisis terhadap fenomena sosial.
·  Pendekatan terapi eksistensial lebih cocok digunakan pada
   perkembangan klien seperti masalah karier, kegagalan dalam
  perkawinan, pengucilan dalam pergaulan ataupun masa transisi dalam
  perkembangan dari remaja menjadi dewasa
2.    Kelemahan
·  Dalam metodologi, bahasa dan konsepnya yang mistikal
·Dalam pelaksanaannya tidak memiliki teknik yang tegas
· Terlalu percaya pada kemampuan klien dalam mengatasi masalahnya
 (keputusan ditentukan oleh klien sendiri)
·  Memakan waktu lama.

daftar pustaka :
·         Corey Gerald, 2009, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, Bandung: PT Refika Aditama
·         Feist, Jess dan Feist, Gregory. (2010). Teori Kepribadian. New York: Salemba Humanika




Terapi Psikoanalisa
   Bentuk-bentuk psikoterapi itu sendiri ada banyak, diantaranya adalah Psikoanalisa terapy yang dikemukakan oleh Freud. Terapi psikoanalisis ini merupakan pengembangan dari teori-teori psikoanalisa dari Sigmund freud, pada teori ini Freud memusatkan perhatiannya pada pentingnya masa kanak-kanak awal. Dalam pandangan ini benih-benih dari gangguan psikologis sudah ditanamkan pada tahun-tahun awal pertumbuhan.

Manfaat dan Tujuan Terapi Psikoanalisa
    Terapi psikoanalitik menghendaki supaya klien neurotik memiliki ego yang cukup lentur untuk bergeser diantara fungsi-fungsi ego yang bertentangan dan memadukannya dengan memperhatikan batas-batas yang ditentukan oleh konflik-konflik neurotik. Secara jelasnya tujuan terapi psikoanalisa itu sendiri adalah untuk menggantikan tingkah laku defensif dengan tingkah laku yang lebih adaptif, dengan berbuat demikian klien dapat menemukan kepuasan tanpa menghukum dirinya sendiri atau orang lain.

Metode Terapi Psikoanalisa
Bentuk-bentuk metode terapi dari psikoanalisa Sigmund freud adalah sebagai berikut:
1.      Asosiasi bebas
Klien melaporkan apa saja yang muncul dalam pikirannya dengan tidak memperhatikan apakah yang dilaporkan itu menyakitkan, memalukan, atau tidak relevan
2.      Katarsis
Menghilangkan ketegangan dan kecemasan yang dilakukan dengan cara menghidupkan kembali suatu kejadian yang traumatis
3.      Analisis mimpi
Mengungkap dan menganalisa simbol-simbol yang tersembunyi dibalik mimpi klien yang muncul secara terus menerus selama terapi berlangsung
4.      Transferensi
Terjadi apabila klien memindahkan kepada terapis emosi-emosi yang terpendam atau yang ditekan sejak kecil (pada masa lalu), transferensi ini ini mungkin akan menyebabkan kelekatan, ketergantungan, bahkan cinta pada terapis, namun bisa juga sebaliknya klien jadi membenci terapisnya.
5.      Penafsiran
Merupakan penjelasan dari makna simbol-simbol, asosiasi, mimpi, resistensi, dan transferensi dari klien. atau dapat juga dikatakan sebagai penafsiran oleh terapis dari pernyataan klien berupa permasalahan yang dialaminya dengan cara yang baru.

Yang dibutuhkan dalam Terapi Psikoanalis
·                     Psikoanalisis harus mampu mengadakan prosedur-prosedur teknis tertentu terhadap pasien dan terhadap diri psikoanalis sendiri
·                     Tingkat kecerdasan dan budaya yang tinggi dari seorang psikoanalisis
·                     Psikoanalisis yang memiliki ketrampilan yang tinggi dalam menerjemahkan pikiran, perasaan, impuls, fantasi, dan ketidaksadaran dari klien
·                      Psikoanalisis yang  memiliki empati, intuisi, dan pengetahuan teoritis
·                      Dedikasi analisis sebagai dokter kepada pasien harus jelas
·                      Analis harus berfungsi sebagai pemandu dalam mengantar pasien ke dalam dunia perawatan psikoanalitik yang baru dan aneh
·                      Analis harus mampu melindungi harga diri dan perasaan akan martabat klien

Proses Terapi Psikoanalisa Mencapai Keberhasilan dalam Diri Individu
=>Freud menggunakan psikoanalisa untuk membantu klien memperoleh pemahaman mengenai konflik-konflik tak sadar dan memecahkannya. Apabila metode ini mulai mengembangkan dalam diri pasien suatu pemahaman baru terhadap kekuatan-kekuatan kepribadiannya, maka psikoanalitis sudah berada pada jalan menciptakan penyesuaian diri yang berhasil dari pasien terhadap lingkungannya. Bila perawatan psikoanalitik berhasil maka pasien tidak lagi menderita simtom-simtom yang melumpuhkannya.

Kekurangan Terapi Psikoanalisa
  Namun teori Freud yang menjadi dasar psikoanalisis sekarang kurang populer dibandingkan masa lalu, oleh karena itu muncul lah banyak pertanyaan yang dikemukakan sehubungan dengan efektifitas dari prosesnya, dan meskipun orang menerima teori freud dan berpendapat bahwa psikoanalisa adalah efektif, tetapi untuk kebanyakan orang dewasa ini psikoanalisis bukan merupakan suatu tekhnik yang praktis karena waktu yang dibutuhkan sangat lama dan biayanya pun juga sangat mahal.

Terapi Psikodinamik Modern
Terapi psikodinamik merupakan pengembangan dari psikoanalisa, pada saat ini muncul bentu-bentuk baru terapi psikodinamik yang lebih singkat dan kurang insentif dibandingkan dengan terapi psikoanalisa tradisional dari Freud. Pendekatan terapi psikodinamik yang lebih baru ini lebih dikenal dengan terapi psikoanalitik yang membantu pasien untuk mencari bentuk-bentuk perawatan yang lebih singkat dan relatif murah dari psikoanalisa tradisional. Seperti terapi psikoanalisa Freud, pendekatan baru ini juga memusatkan perhatian pada usaha membantu pasien melakukan perubahan-perubahan yang produktif dan juga pada hubungan pasien sekarang.

Tetapi karena formatnya lebih singkat terapi membutuhkan peneyelidikan lebih langsung mengenai pertahanan-pertahanan dan hubungan-hubungan transferensi pasien. pada melakukan waktu melakukan terapi, terapis pada umumnya duduk erhadapan dengan klien, dan hal ini berbeda dengan psikoanalisa tradisional dimana terapis duduk di belakang pasien yang berbaring diatas dipan sambil berasosiasi bebas. Pada terap psikodinamik terapis lebih sering melakukan percakapan-percakapan dibandingkan terapi psikoanalisa tradisional.

daftar pustaka :
Gunadarsa. D. Singgih. 2004. Dari anak sampai anak usia lanjut. Jakarta : Gunung mulia
Semiun. Yustinus, OFM. 2006. Kesehatan mental 2. Yogyakarta : Kanisius
Semiun. Yustinus, OFM. 2006. Teori kepribadian dan terapi psikoanalitik freud. Yogyakarta : Kanisius


Terapi Humanistik

Istilah eksistensi berasal dari akar kata ex-sistere, yang secara literal berarti bergerak atau tumbuh ke luar. Psikologi Eksistensial atau sekarang berkembang dengan nama psikologi Humanistik atau psikologi holistic berawal dari kajian filsafat yang diawali dari Sorean Kierkigard tentang eksistensi manusia.
Model humanistik kepribadian, psikopatologi, dan psikoterapi awalnya menarik sebagian besar konsep- konsep dari filsafat eksistensial, menekankan kebebasan bawaan manusia untuk memilih, bertanggung jawab atas pilihan mereka, dan hidup sangat banyak pada saat ini. Hidup sehat di sini dan sekarang menghadapkan kita dengan realitas eksistensial menjadi, kebebasan, tanggung jawab, dan pilihan, serta merenungkan eksistensi yang pada gilirannya memaksa kita untuk menghadapi kemungkinan pernah hadir ketiadaan.
Pencarian makna dalam kehidupan masing-masing individu adalah tujuan utama dan aspirasi tertinggi. Pendekatan humanistik kontemporer psikoterapi berasal dari tiga sekolah pemikiran yang muncul pada 1950-an, eksistensial, Gestalt, dan klien berpusat terapi.
Eksistensial Psychotherapies
Eksistensialis mencari makna eksistensi manusia, dan menekankan pilihan dan individualitas (sebagai lawan dari gagasan bahwa perilaku kita ditentukan dalam beberapa cara mekanistik). Martin Heidegger (1889-1976) biasanya disebut sebagai tokoh filsafat eksistensial modern. Dalam pandangan Heidegger, eksistensi manusia adalah proses, terus berkembang untuk setiap individu. Tidak statis, tapi selalu menjadi sesuatu yang berbeda (Hergenhahn, 1992). Unsur-unsur filsafat eksistensial terlihat dalam bentuk psikoterapi yang dikembangkan oleh Ludrvig Binswanger dan lain-lain
Psikoterapis eksistensial fokus pada tema penting dari kehidupan dan masalah klien, tetapi penekanannya adalah pada kualitas hubungan terapeutik itu sendiri sebagai agen penting dari perubahan. Tugas psikoterapi eksistensial adalah menantang klien untuk memeriksa kehidupan mereka dan mempertimbangkan bagaimana kebebasan mereka terganggu. Yang membantu mereka untuk menghilangkan hambatan, meningkatkan rasa pilihan mereka, dan mengerahkan keinginan mereka.
Psikoterapi eksistensial berusaha untuk memahami makna yang unik dari sudut pandang pengalaman klien yang subjektif dari dalam diri individu atau dunia saat fenomenologisnya. Hubungan kolaboratif antara klien dan terapis adalah penyembuhan dalam dirinya sendiri, dan tidak bergantung konseptual pada “repair model” (Walsh & McElwain.2002, p.272).
Pendekatan eksistensial bukanlah bentuk yang paling banyak dipraktekkan psikoterapi, namun para praktisi melihatnya sebagai kontras yang menyegarkan untuk terapi mekanistik lebih bekerja keras dalam mempromosikannya, mengutip dukungan eksperimental berkembang di beberapa daerah (Cain & Seeman, 2002). Hal ini juga penting dalam mengatur adegan untuk terapi humanistik yang lebih populer, terutama Carl Rogers berpusat pada terapi klien.

KONSEP-KONSEP UTAMA :
1.      Kesadaran diri
Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan yang unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan memutuskan. Semakin besar kesadaran dirinya, maka semakin besar pula kebebasannya untuk memilih altrnatif-alternatif. Kebebasan memilih dan bertindak itu disertai dengan tanggung jawab. Manusia bertanggung jawab atas keberadaan dan nasibnya.
2.      Kebebasan, tanggung jawab dan kecemasan
Kesadaran akan kebebasan dan tanggung jawab bisa menimbulkan kecemasan yang menjadi atribut dasar pada manusia. Kecemasan juga bisa diakibatkan oleh kesadaran atas keterbatasannya dan atas kemungkinan yang tak terhindarkan untuk mati (Nonbeing)
3.      Penciptaan Makna
Manusia berusaha untuk menemukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan. Menjadi manusia juga berarti menghadapi kesendirian. Manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya dalam suatu cara yang bermakna. Manusia juga berusaha untuk mengaktualisasikan diri, yakni mengungkapkan potensi-potensi manusiawinya. Apabila gagal mengaktualisasikan dirinya, maka ia bisa menjadi sakit.
TUJUAN :
·         Bugental (1965) menyebutkan bahwa keotentikan sebagai urusan utama psikoterapi dan nilai eksistensial pokok.
Terdapat tiga karakteristik dari keberadaan otentik :
1.      Menyadari sepenuhnya keadaan sekarang
2.      Memilih bagaimana hidup pada saat sekarang
3.      Memikul tanggung jawab untuk memilih.
·         Klien yang neurotic adalah orang yang kehilangan rasa ada, dan tujuan terapi adalah membantunya agar ia memperoleh atau menemukan kembali kemanusiaannya yang hilang.
Pada dasarnya, tujuan terapi eksistensial adalah :
1.      meluaskan kesadaran diri klien
2.      meningkatkan kesanggupan pilihannya
3.      menjadi bebas dan bertanggung jawab atas arah hidupnya.

FUNGSI DAN PERAN TERAPIS
Menurut Buhler dan Allen, para ahli psikoterapi Humanistik memiliki orientasi bersama yang mencakup hal-hal berikut :
·         Mengakui pentingnya pendekatan dari pribadi ke pribadi
·         Menyadari peran dan tanggung jawab terapis
·         Mengakui sifat timbale balik dari hubungan terapeutik.
·         Berorientasi pada pertumbuhan
·         Menekankan keharusan terapis terlibat dengan klien sebagai suatu pribadi yang menyeluruh.
·         Mengakui bahwa putusan-putusan dan pilihan-pilihan akhir terletak di tangan klien.
·         Memandang terapis sebagai model, bisa secara implicit menunjukkan kepada klien potensi bagi tindakan kreatif dan positif.
·         Mengakui kebebasan klien untuk mengungkapkan pandagan dan untuk mengembangkan tujuan-tujuan dan nilainya sendiri.
·         Bekerja kea rah mengurangi kebergantungan klien serta meningkatkan kebebasan klien.

CLIENT CENTERED THERAPY
Carl R. Rogers mengembangkan terapi client-centered sebagai reaksi terhadap apa yang disebutkannya keterbatasan-keterbatasan mendasar dari psikoanalisis. Client-centered adalah cabang khusus dari terapi humanistik yang menggarisbawahi tindakan mengalami klien berikutnya dunia subjektif dan fenomenalnya.
Terapis berfungsi terutarna sebagai penunjang pertumbuhan pribadi kliennya dengan jalan membantu kliennya itu dalam menemukan kesanggupankesanggupan untuk memecahkan masalah-masalah. Pendekatan client-centered manaruh kepercayaan yang besar pada kesanggupan klien untuk mengikuti jalan terapi dan menemukan arahnya sendiri.
Client Centered Theory sering pula dikenal sebagai teori nondirektif dimana tokoh utamanya adalah Carl Rogers. Rogers adalah seorang empirisme yang mendasarkan teori-teorinya pada data mentah, ia percaya pentingnya pengamatan subyektif, ia percaya bahwa pemikiran yang teliti dan validasi penelitian diperlukan untuk menolak kecurangan diri (self-deception).
Rogers membangun teorinya ini berdasarkan penelitian dan observasi langsung terhadap peristiwa-peristiwa nyata, dimana pada akhirnya. ia memandang bahwa manusia pada hakekatnya adalah baik.
Oleh karena itu konseling client-centered berakar pada kesanggupan klien untuk sadar dan membuat keputusan-keputusan, sebab klien merupakan orang yang paling tahu tentang dirinya, dan pantas menemukan tingkah laku yang pantas bagi dirinya.
Pendekatan client centered merupakan corak yang dominan yang digunakan dalam. pendidikan konselor. Salah satu alasannya adalah, terapi client centered memiliki sifat keamanan. Terapi client centered menitik beratkan mendengar aktif, memberikan resfek kepada klien, memperhitungkan kerangka acuan intemal klien, dan menjalin kebersamaan dengan klien yang merupakan kebalikan dari menghadapi klien dengan penafsiran-penafsiran. Para terapis client centered secara khas merefleksikan isi dan perasaan-perasaan, menjelaskan pesan-pesan, membantu para.
PROSES KONSELING
fokus utamanya menekankan pengalaman yang dirasakan oleh klien. Pada awal proses konseling tidak difokuskan pada masalah, tujuan dan prilaku.
TUJUAN
Tujuan dasar terapi client centered adalah
·         Meningkatkan harga diri
·         Memperluas keterbukaan terhadap pengalaman hidup
Beberapa kritik lain terhadap client centered:
·         Terlalu menekankan pada aspek afektif, emosional, perasaan sebagai penentu prilaku, tetapi melupakan faktor ineraktif, kognitif dan rasional
·         Penggunaan informasi untuk membantu klien, tidak sesuai dengan teori
·         Tujuan untuk setiap klien yaitu memaksimalkan diri, dirasa terlalu luas, umum dan longgar sehingga sulit untuk menilai setiap individu
·         Tujuan ditetapkan oleh klien, tetapi tujuan konseling kadang-kadang dibuat tergantung lokasi konselor dan klien
·         Meskipun terbukti bahwa konseling client centered diakui efektif , tapi bukti-bukti tidak cukup sistematis dan lengkap terutama yang berkaitan dengan klien yang kecil tanggung j awabnya
·         Sulit bagi konselor untuk benar-benar bersifat netral dalam situasi hubungan interpersonal
Namun dernikian dalam sumber lain dikatakan bahwa konseling client centered elah memberikan kontribusi dalam hal:
·         Pernusatan pada klien dan bukan pada konselor dalam konseling
·         Idenifikasi dan penekanan hubungan konseling sebagai wahana utama, dalam mengubah kepribadian
·         Lebih menekankan pada sikap konselor daripada teknik
·         Memberikan kemungkinan untuk melakukan penelitian dan penemuan kuantitatif
·         Penanganan emosi, perasaan dan afektif dalam konseling.
CIRI-CIRI CLIENT CENTERED THERAPY
Rogers (1974, h. 213-214) menguraikan ciri-ciri yang membedakan pendekatan client-centered dari pendekatan-pendekatan lain :
·         Pendekatan client centered difokuskan pada tanggung jawab dan kesanggupan klien untuk menemukan cara-cara menghadapi kenyataan secara lebih penuh. Klien sebagai sebagai orang yang paling mengetahui dirinya sendiri, adalah orang yang harus menemukan tingkah laku yang lebih panas bagi dirinya.
·         Pendekatan client centered menekankan dunia fenomenal klien. Dengan empati yang cermat dan dengan usaha untuk memahami klien. Dengan simpati yang cermat dan dengan usaba untuk memahami kerangka acuan internal klien, terapis memberikan perhatian terutama pada persepsi diri klien dan persepsinya terhadap dunia.
TEKNIK TERAPI
a.       Penekanan awal pada refleksi perasaan the person centered yang pada dasarnya adalah pernyataan ulang yang sedrhana dari apa yang dikatakan klien.
b.      Evolusi metode person centered. Filosofi the person centered di dasarkan pada asumsi bahwa klien memiliki akal untu bergerak positif tanpa bantuan konselor.
c.       Peran penilaian. Penilaian sering di pandang sebagai prasyarat untuk proses tritmen. Beberapa kesehatan mental menggunakan berbagai procedure penilaian termasuk diagnostic, identifikasi kekuatan klien dan kewajiban pengerjaan test.
d.      Penerapan filosofi dari pendekatan the person centered diterapkan untuk bekerja individu, kelompok maupun keluarga. Pendekatan the person cetered juga telah terbukti sebagai terapi yang layaK dan lebih berorientasi, filosofi dasar dari the person centered memiliki penerapan untuk pendidikan SD hinga lulus.
e.       Aplikasi untuk krisis intervensi. Pendekatan the person centered terutama berlaku dalam krisis intervensi seperti kehamilan yang tidak diinginkan, penyakit, peristiwa bencana dan kehilangan orang yang dicintai. Dalam krisis intervensi seseorang yang mengalaminya butuh dorongan motivasi dari orang-orang sekitarnya, kepedulian dan berusaha untuk menempatkan posisinya.
f.       Aplikasi untuk kelompok konseling. Pendekatan the person centered menekankan peran unik dari kelompok konselor sebagai fasilitator dan bukan pemimpin.

daftar pustaka :

Prabowo, Hendro. Psikologi Umum Seri Diktat Kuliah. Jakarta: Universitas
        Gunadarma.
Pervin, Lawrence A. 2004. Psikologi Kepribadian Teori dan Penelitian Edisi 
         Kesembilan. Jakarta: Prenada Media Group.
Suryabrata, Sumadi. 2003. Psikologi Kepribadian. Jakarta: PT Raja Grafinfo  
Persada.


Logotherapy

Logotherapy dikembangkan oleh ahli saraf dan psikiater Viktor Frankl. Viktor E. Frankl dilahirkan di Wina, Austria pada tanggal 26 Maret 1905. Logoterapi dilandasi keyakinan bahwa itu adalah berjuang untuk menemukan makna dalam kehidupan seseorang yang utama, yang paling kuat memotivasi dan pendorong dalam manusia.  

PRINSIP-PRINSIP DASAR
Gagasan Logotherapy diciptakan dengan Yunani kata logos (“yang berarti”). Konsep Frankl ini didasarkan pada premis bahwa kekuatan motivasi utama dari seorang individu adalah untuk menemukan makna hidup. 
Daftar berikut merupakan prinsip prinsip dasar logoterapi:
·                     Kehidupan memiliki makna dalam keadaan apapun, bahkan yang paling menyedihkan.
·                     Motivasi utama kami untuk hidup adalah keinginan kita untuk menemukan makna hidup.
·                     Kami memiliki kebebasan untuk menemukan makna dalam apa yang kita lakukan, dan apa yang kita alami, atau setidaknya dalam berdiri kita ambil ketika dihadapkan dengan situasi penderitaan berubah. 

Jiwa manusia disebut di beberapa asumsi logoterapi, tetapi penggunaan istilah roh tidak “spiritual” atau “religius”. Dalam pandangan Frankl, roh adalah kehendak manusia. Penekanannya, karena itu, adalah pada pencarian makna, yang tidak selalu mencari Tuhan atau makhluk supernatural lainnya. Frankl juga mencatat hambatan untuk pencarian manusia untuk makna dalam kehidupan. Dia memperingatkan terhadap  “kemakmuran, hedonisme , [dan] materialisme … ” dalam pencarian makna. Tujuan hidup dan makna hidup konstruksi muncul dalam tulisan-tulisan logoterapi Frankl dengan hubungan dengan vakum eksistensial dan kemauan untuk makna, serta orang lain yang telah berteori tentang dan didefinisikan psikologis yang positif berfungsi. Frankl mengamati bahwa mungkin secara psikologis merusak ketika pencarian seseorang akan makna diblokir. 
Tujuan hidup yang positif dan makna dikaitkan dengan keyakinan yang kuat agama, keanggotaan dalam kelompok, dedikasi untuk penyebab, nilai-nilai kehidupan, dan tujuan yang jelas. Perkembangan dewasa dan kematangan teori mencakup tujuan dalam konsep hidup. Kematangan menekankan pemahaman yang jelas tentang tujuan hidup, directedness, dan intensionalitas yang berkontribusi pada perasaan bahwa hidup ini bermakna. 
Ide Frankl yang dioperasionalkan oleh Crumbaugh dan Tujuan Maholick dalam hidup (PIL) tes, yang mengukur makna individu dan tujuan dalam hidup. Dengan tes, peneliti menemukan bahwa makna hidup dimediasi hubungan antara religiusitas dan kesejahteraan; stres tak terkendali dan penggunaan narkoba, depresi dan self-pengurangan. Crumbaugh menemukan bahwa Mencari dari niskala Uji Gol (LAGU) adalah ukuran komplementer dari PIL. Sementara PIL mengukur keberadaan makna, LAGU mengukur orientasi terhadap makna. Sebuah skor rendah dalam PIL namun skor tinggi dalam LAGU, akan memprediksi hasil yang lebih baik dalam penerapan Logotherapy.  
MENEMUKAN MAKNA
Menurut Frankl, “Kita dapat menemukan makna dalam hidup dalam tiga cara yang berbeda:
(1) dengan menciptakan pekerjaan atau melakukan perbuatan,
(2) dengan mengalami sesuatu atau menghadapi seseorang, dan
 (3) oleh sikap kita ambil menuju dihindari penderitaan “dan bahwa” segala sesuatu yang dapat diambil dari seorang pria tapi satu hal:. yang terakhir dari kebebasan manusia – untuk memilih sikap dalam setiap himpunan keadaan ” Pada makna penderitaan, Frankl memberikan contoh berikut:
“Sekali, seorang dokter umum tua berkonsultasi dengan saya karena depresi yang parah. Dia tidak bisa mengatasi kehilangan istrinya yang telah meninggal dua tahun sebelum dan yang ia cintai di atas segalanya. Sekarang bagaimana aku bisa membantunya? Apa yang harus kukatakan ? dia aku menahan diri untuk menceritakan apa-apa, tapi malah dihadapkan dia dengan pertanyaan, “Apa yang akan terjadi, Dokter, jika Anda sudah mati lebih dulu, dan istri Anda akan harus bertahan hidup Anda:?” “Oh,” katanya, “untuknya ini akan menjadi mengerikan, bagaimana dia akan menderita!” Mendengar itu saya menjawab, “Anda lihat, Dokter, penderitaan tersebut telah diselamatkan, dan itu adalah Anda yang telah terhindar nya penderitaan ini, tetapi sekarang, Anda memiliki untuk membayar untuk itu dengan selamat dan berkabung nya. “Dia mengatakan tidak ada kata tapi menjabat tangan saya dan dengan tenang meninggalkan kantor. 
Frankl menekankan bahwa mewujudkan nilai penderitaan bermakna hanya ketika dua kemungkinan kreatif tidak tersedia (misalnya, di kamp konsentrasi) dan hanya jika penderitaan tersebut tidak bisa dihindari – dia tidak mengusulkan bahwa orang menderita tidak perlu. 

FILOSOFI DASAR LOGOTERAPI
Frankl menggambarkan implikasi metaclinical dari logoterapi dalam bukunya The Will Makna: Yayasan dan Aplikasi Logotherapy. Dia percaya bahwa tidak ada psikoterapi terlepas dari teori manusia. Sebagai seorang psikolog eksistensial, ia inheren tidak setuju dengan “model mesin” atau “model tikus”, karena merusak kualitas manusia manusia. Sebagai seorang ahli saraf dan psikiater, Frankl mengembangkan pandangan unik determinisme untuk hidup berdampingan dengan tiga pilar dasar logoterapi (kebebasan kehendak). Meskipun Frankl mengakui bahwa manusia tidak pernah bisa bebas dari setiap kondisi, seperti, biologis, sosiologis, psikologis atau penentu, berdasarkan pengalamannya dalam Holocaust, ia percaya bahwa manusia adalah “mampu melawan dan menantang bahkan kondisi terburuk”. Dalam melakukan seperti itu, manusia dapat melepaskan diri dari situasi, dirinya, memilih sikap tentang dirinya sendiri, menentukan determinan sendiri, sehingga membentuk karakter sendiri dan menjadi bertanggung jawab untuk dirinya sendiri.

PANDANGAN LOGOTHERAPEUTIC DAN PENGOBATAN
·                     Mengatasi kecemasan
Dengan mengenali tujuan keadaan kita, seseorang dapat menguasai kecemasan. Anekdot tentang penggunaan ini logoterapi diberikan oleh New York Times penulis Tim Sanders, yang menjelaskan bagaimana dia menggunakan konsep untuk meringankan stres fellow travellers maskapai dengan meminta mereka tujuan perjalanan mereka. Ketika ia melakukan hal ini, tidak peduli seberapa menyedihkan mereka, perubahan sikap seluruh mereka, dan mereka tetap bahagia sepanjang penerbangan.  Secara keseluruhan, Frankl percaya bahwa individu cemas tidak mengerti bahwa kecemasan adalah hasil dari berurusan dengan rasa “tanggung jawab terpenuhi” dan akhirnya kurangnya makna. 
Frankl menyebutkan dua patogen neurotik: hiper-niat, niat yang dipaksa menuju suatu tujuan yang membuat akhir yang tak terjangkau, dan hiper-refleksi, perhatian berlebihan terhadap diri sendiri yang menghambat upaya untuk menghindari neurosis yang orang berpikir diri cenderung. Frankl mengidentifikasi kecemasan antisipatif , takut hasil yang diberikan yang membuat hasil yang lebih mungkin. Untuk meringankan kecemasan antisipatif dan mengobati yang dihasilkan neurosis, logoterapi menawarkan niat paradoks , dimana pasien bermaksud untuk melakukan kebalikan dari tujuan hiper-dimaksudnya.
Seseorang, kemudian, yang takut (yaitu mengalami kecemasan antisipatif atas) tidak mendapatkan tidur malam yang baik mungkin mencoba terlalu keras (yaitu, hiper-berniat) untuk tertidur, dan ini akan menghambat kemampuannya untuk melakukannya. Sebuah logotherapist akan merekomendasikan, bahwa ia pergi ke tempat tidur dan sengaja mencoba untuk tidak jatuh tertidur. Ini akan meringankan kecemasan antisipatif yang membuatnya terjaga di tempat pertama, sehingga memungkinkan dia untuk tertidur dalam jumlah yang diterima waktu. 
·                     Depresi
Viktor Frankl percaya depresi terjadi pada psikologis, fisiologis, dan spiritual tingkat.  Pada tingkat psikologis, ia percaya bahwa perasaan tidak mampu melakukan tugas berasal dari luar kemampuan kita. Pada tingkat fisiologis, ia mengakui “rendah vital”, yang didefinisikan sebagai “berkurangnya energi fisik”. Akhirnya, Frankl percaya bahwa pada tingkat spiritual, orang depresi menghadapi ketegangan antara yang benar-benar dia dalam kaitannya apa yang seharusnya dia. Frankl menyebut hal ini sebagai menganga jurang.  Akhirnya Frankl menunjukkan bahwa jika tujuan tampaknya tidak terjangkau, seseorang kehilangan rasa masa depan dan dengan demikian berarti mengakibatkan depresi.  Dengan demikian logoterapi bertujuan “untuk mengubah Sikap pasien terhadap penyakitnya serta arah hidupnya sebagai tugas “.
·                     Obsesif-kompulsif
Frankl percaya bahwa mereka yang menderita gangguan obsesif-kompulsif tidak memiliki rasa penyelesaian bahwa kebanyakan orang lain miliki.  Alih-alih memerangi kecenderungan untuk mengulangi pikiran atau tindakan, atau berfokus pada perubahan gejala individu dari penyakit, terapis harus fokus pada “transform [ing] neurotik sikap terhadap neurosis nya”. Oleh karena itu, penting untuk mengenali bahwa pasien “tidak bertanggung jawab atas ide obsesif nya”, tapi “dia pasti bertanggung jawab atas sikapnya terhadap ide-ide “. Frankl menyarankan bahwa penting bagi pasien untuk mengenali kecenderungan ke arah kesempurnaan sebagai takdir, dan karena itu, harus belajar untuk menerima beberapa derajat ketidakpastian. Pada akhirnya, setelah premis logoterapi, pasien akhirnya harus mengabaikan pikiran obsesif dan menemukan makna dalam hidupnya meskipun pikiran seperti itu.
·                     Skizofrenia
Meskipun logoterapi tidak dimaksudkan untuk menangani gangguan yang parah, Frankl percaya logoterapi yang bisa menguntungkan bahkan mereka yang menderita skizofrenia.  Dia mengakui akar skizofrenia pada disfungsi fisiologis.  Pada disfungsi ini, skizofrenia yang “mengalami dirinya sebagai obyek “bukan sebagai subjek.  208 Frankl menyarankan bahwa skizofrenia bisa dibantu dengan logoterapi dengan terlebih dahulu diajarkan untuk mengabaikan suara dan untuk mengakhiri persisten pengamatan-diri.  Kemudian, selama periode yang sama ini, skizofrenia harus dipimpin ke arah kegiatan yang berarti, sebagai “bahkan untuk skizofrenia tetap ada bahwa residu kebebasan terhadap nasib dan arah penyakit dimana manusia selalu memiliki, tidak peduli seberapa sakit ia mungkin, dalam segala situasi dan pada setiap saat dalam kehidupan, untuk . yang terakhir “
·                     Pasien Terminally-sakit
Pada tahun 1977, Terry Zuehlke dan John Watkins melakukan studi menganalisis efektivitas logoterapi dalam merawat pasien terminally-sakit. Desain studi yang digunakan 20 laki-laki Veteran Administrasi relawan yang secara acak ditugaskan untuk salah satu dari dua kemungkinan pengobatan – (1) kelompok yang menerima 8-45 menit sesi selama 2 minggu dan (2) kelompok digunakan sebagai kontrol yang menerima pengobatan tertunda. Setiap kelompok diuji pada 5 skala – yang MMPI K Skala , MMPI L Skala, Death Anxiety Skala, Brief Psychiatric Rating Scale, dan Tujuan Hidup Test. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan yang signifikan keseluruhan antara kontrol dan kelompok perlakuan. Sementara analisis univariat menunjukkan bahwa ada perbedaan kelompok yang signifikan dalam 3/5 dari tindakan tergantung. Hasil ini mengkonfirmasi gagasan bahwa pasien terminally-sakit bisa mendapatkan keuntungan dari logoterapi dalam menghadapi kematian.
Ada tiga asas utama logoterapi yang menjadi inti dari terapi ini, yaitu:
1.                  Hidup itu memiliki makna (arti) dalam setiap situasi, bahkan dalam penderitaan dankepedihan sekalipun. Makna adalah sesuatu yang dirasakan penting, benar, berhargadan didambakan serta memberikan nilai khusus bagi seseorang dan layak dijadikantujuan hidup.
2.                  Setiap manusia memiliki kebebasan yang hampir tidak terbatas untuk menentukan sendiri makna hidupnya. Dari sini kita dapat memilih makna atas setiapperistiwa yang terjadi dalam diri kita, apakah itu makna positif atupun makna yangnegatif. Makna positif ini lah yang dimaksud dengan hidup bermakna
3.                  Setiap manusia memiliki kemampuan untuk mangambil sikap terhadap peristiwatragis yang tidak dapat dielakkan lagi yang menimpa dirinya sendiri dan lingkungansekitar. Contoh yang jelas adalah seperti kisah Imam Ali diatas, ia jelas-jelasmendapatkan musibah yang tragis, tapi ia mampu memaknai apa yang terjadi secarapositif sehingga walaupun dalam keadaan yang seperti itu Imam tetap bahagia.

AJARAN LOGOTERAPI
Ketiga asas itu tercakup dalam ajaran logoterapi mengenai eksistensi manusia dan maknahidup sebagai berikut:
1.                  Dalam setiap keadaan, termasuk dalam penderitaan sekalipun, kehidupan ini selalu mempunyai makna.
2.                  Kehendak untuk hidup bermakna merupakan motivasi utama setiap orang.
3.                  Dalam batas-batas tertentu manusia memiliki kebebasan dan tanggung jawab pribadi untuk memilih, menentukan dan memenuhi makna dan tujuan hidupnya.
4.                  Hidup bermakna diperoleh dengan jalan merealisasikan tiga nilai kehidupan, yaitu nilai-nilai kreatif (creative values), nilai-nilai penghayatan (eksperiental values) dan nilai-nilai bersikap (attitudinal values).

TUJUAN LOGOTERAPI
Tujuan dari logoterapi adalah agar setiap pribadi:
1.                  memahami adanya potensi dan sumber daya rohaniah yang secara universal ada padasetiap orang terlepas dari ras, keyakinan dan agama yang dianutnya;
2.                  menyadari bahwa sumber-sumber dan potensi itu sering ditekan, terhambat dandiabaikan bahkan terlupakan;
3.                  memanfaatkan daya-daya tersebut untuk bangkit kembali dari penderitaan untuk mamputegak kokoh menghadapi berbagai kendala, dan secara sadar mengembangkan diri untuk meraih kualitas hidup yang lebih bermakna
PANDANGAN LOGOTERAPI TERHADAP MANUSIA
1.                  Menurut Frankl manusia merupakan kesatuan utuh dimensi ragawi, kejiwaan danspiritual Unitas bio-psiko-spiritual.
2.                  Frankl menyatakan bahwa manusia memiliki dimensi spiritual yang terintegrasi dengandimensi ragawai dan kejiwaan. Perlu dipahami bahwa sebutan “spirituality” dalam logoterapi tidak mengandung konotasi keagamaan karena dimens ini dimiliki manusia tanpa memandang ras, ideology, agama dan keyakinannya. Oleh karena itulah Franklmenggunakan istilah noetic sebagai padanan dari spirituality, supaya tidak disalahpahami sebagai konsep agama.
3.                  Dengan adanya dimensi noetic ini manusia mampu melakukan self-detachment, yaknidengan sadar mengambil jarak terhadap dirinya serta mampu meninjau dan menilaidirinya sendiri.
4.                  Manusia adalah makhluk yang terbuka terhadap dunia luar serta senantiasa berinteraksidengan sesama manusia dalam lingkungan sosial-budaya serta mampu mengolahlingkungan fisik di sekitarnya

daftar pustaka :

Prabowo, Hendro. Psikologi Umum Seri Diktat Kuliah. Jakarta: Universitas
        Gunadarma.
Pervin, Lawrence A. 2004. Psikologi Kepribadian Teori dan Penelitian Edisi 
         Kesembilan. Jakarta: Prenada Media Group.
Suryabrata, Sumadi. 2003. Psikologi Kepribadian. Jakarta: PT Raja Grafinfo  
Persada.