Definisi
dan Sejarah Terapi Humanistik-Eksistensial
Istilah
psikologi humanistik (Humanistic Psychology) diperkenalkan oleh sekelompok ahli
psikologi yang pada awal tahun 1960-an bekerja sama di bawah kepemimpinan
Abraham Maslow dalam mencari alternatif dari dua teori yang sangat
berpengaruh atas pemikiran intelektual dalam psikologi. Kedua teori yang
dimaksud adalah psikoanalisis dan behaviorisme. Maslow menyebut psikologi
humanistik sebagai “kekuatan ketiga” (a third force).
Meskipun
tokoh-tokoh psikologi humanistik memiliki pandangan yang berbeda-beda, tetapi
mereka berpijak pada konsepsi fundamental yang sama mengenai manusia,
yang berakar pada salah satu aliran filsafat modern, yaitu eksistensialisme.
Eksistensialisme adalah hal yang mengada-dalam dunia (being-in-the-world) dan
menyadari penuh akan keberadaannya (Koeswara, 1986 : 113). Eksistensialisme
menolak paham yang menempatkan manusia semata-mata sebagai hasil bawaan ataupun
lingkungan. Sebaliknya, para filsuf eksistensialis percaya bahwa setiap
individu memiliki kebebasan untuk memilih tindakan, menentukan sendiri nasib
atau wujud dari keberadaannya, serta bertanggung jawab atas pilihan dan
keberadaannya, dalam hal ini “pilihan” menjadi evaluasi tertinggi dari tindakan
yang akan diambil oleh seseorang.
Teori
eksistensial-humanistik menekankan renungan filosofi tentang apa artinya
menjadi manusia. Banyak para ahli psikologi yang berorientasi
eksistensial,mengajukan argumen menentang pembatasan studi tingkah laku pada
metode-metode yang digunakan oleh ilmu alam.
Terapi
eksistensial berpijak pada premis bahwa manusia tidak bisa lari dari kebebasan
dan bahwa kebebasan dan tanggung jawab berkaitan. Dalam penerapan-penerapan
terapeutiknya eksistensial-humanistik memusatkan perhatian pada filosofis yang
melandasi terapi. Pendekatan atau teori eksistensial-humanistik menyajikan
suatu landasan filosofis bagi orang berhubungan dengan sesama yang menjadi ciri
khas, kebutuhan yang unik dan menjadi tujuan konselingnya, dan yang melalui
implikasi-implikasi bagi usaha membantu dalam menghadapi pertanyaan-pertanyaan dasar
yang menyangkut keberadaan manusia.
Pendekatan
eksistensial-humanistik mengembalikan pribadi kepada fokus sentral, sentral
memberikan gambaran tentang manusia pada tarafnya yang tertinggi. Ia
menunjukkan bahwa manusia selalu ada dalam proses pemenjadian dan bahwa manusia
secara sinambung mengaktualkan dan memenuhi potensinya. Pendekatan eksistensial
secara tajam berfokus pada fakta-fakta utama keberadaan manusia – kesadaran
diri dan kebebasan yang konsisten.
Pendekatan
Eksistensial-humanistik berfokus pada diri manusia. Pendekatan ini mengutamakan
suatu sikap yang menekankan pada pemahaman atas manusia. Pendekatan
Eksistensial-Humanistik dalam konseling menggunakan sistem tehnik-tehnik yang
bertujuan untuk mempengaruhi konseli. Pendekatan terapi eksistensial-humanistik
bukan merupakan terapi tunggal, melainkan suatu pendekatan yang mencakup
terapi-terapi yang berlainan yang kesemuanya berlandaskan konsep-konsep dan
asumsi-asumsi tentang manusia.
Ø Konsep
Utama Terapi Humanistik-Eksistensial
1. Kesadaran
Diri
Manusia
memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan yang
unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan memutuskan. Semakin
kuat kesadaran diri seorang, maka akan semakin besar pula kebebasan yang ada
pada orang itu. Kesadaran untuk memilih alternatif-alternatif yakni memutuskan
secara bebas didalam kerangka pembatasnya adalah suatu aspek yang esensial pada
manusia. Kebebasan memilih dan bertindak itu disertai tanggung jawab. Para
ekstensialis menekan manusia bertanggung jawab atas keberadaan dan nasibnya.
2. Kebebasan,
tanggung jawab, dan kecemasan
Kesadaran
atas kebebasan dan tanggung jawab bisa menimbulkan kecemasan yang menjadi
atribut dasar pada manusia. Kecemasan ekstensial bisa diakibatkan atas
keterbatasannya dan atas kemungkinan yang tak terhindarkan untuk mati
(nonbeing). Kesadaran atas kematian memiliki arti penting bagi kehidupan
individu sekarang, sebab kesasaran tersebut menghadapkan individu pada
kenyataan bahwa dia memiliki waktu yang terbatas untuk mengaktualkan
potensi-potensinya. Dosa ekstensial yang juga merupakan bagian kondisi manusia.
Adalah akibat dari kegagalan individu untuk benar-benar menjadi sesuatu sesuai
dengan kemampuannya.
3. Penciptaan
Makna
Manusia
itu unik dalam arti bahwa ia berusaha untuk menentukan tujuan hidup dan
menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan. Menjadi
manusia juga berarti menghadapi kesendirian (manusia lahir sendirian dan mati
sendirian pula). Walaupun pada hakikatnya sendirian, manusia memiliki kebutuhan
untuk berhubungan dengan sesamanya dalam suatu cara yang bermakna, sebab
manusia adalah mahluk rasional. Kegagalan dalam menciptakan hubungan yang
bermakna bisa menimbulkan kondisi-kondisi isolasi dipersonalisasi, alineasi,
keterasingan, dan kesepian. Manusia juga berusaha untuk mengaktualkan diri
yakni mengungkapkan potensi-potensi manusiawinya. Sampai tarap tertentu, jika
tidak mampu mengaktualkan diri, ia bisa menajdi “sakit”.
Tujuan-tujuan
Terapeutik
Terapi eksistensial bertujuan agar klien mengalami keberadaannya secara
otentik dengan menjadi sadar atas keberadaan dan potensi-potensi serta sadar
bahwa ia dapat membuka diri dan bertindak atas kemampuannya.
Fungsi
dan Peran Terapis dalam Terapi Humanistik-Eksistensial
Terapis dalam terapi humanistik eksistensial mempunyai tugas utama, yaitu
berusaha untuk memahami klien sebagai sesuatu yang ada di dalam dunia ini.
Dimana tekhnik yang digunakannya itu selalui mendahului suatu pemahaman yang
mendalam terhadap kliennya. Prosedur yang digunakan bisa bervariasi, tidak
hanya dari klien yang satu ke klien yang lainnya, tetapi juga dari satu ke lain
fase terapi yang dijalani oleh klien yang sama.
Ø Prosedur
dan Teknik Terapi
Menurut
Baldwin (1987), inti dari terapi ini adalah penggunaan pribadi terapi
1.
Kapasitas Untuk Sadar Akan Dirinya : Implikasi Konseling.
Meningkatkan
kesadaran diri, yang mencakup kesadaran akan adanya alternative, motivasi,
factor yang mempengaruhi seseorang dan tujuan hidup pribadi, merupakan sasaran
dari semua konseling. Adalah tugas terapis untuk menunjukkan kepada klien bahwa
peningkatan kesadaran memerlukan imbalan.
2.
Kebebasan dan Tanggung Jawab : Implikasi Konseling.
Terapis
eksistensial terus-menerus mengarahkan fokus pada pertanggungjawaban klien atas
situasi mereka. Mereka tidak membiarkan klien menyalahkan orang lain,
menyalahkan kekuatan dari luar, ataupun menyalahkan bunda mengandug. Apabila
klien tidak mau mengakui dan menerima pertanggungjawaban bahwa sebenarnya
mereka sendirilah yang menciptakan situasi yang ada, maka sedikit saja motivasi
mereka untuk ikut terlibat dalam usaha perubahan pribadi (May & Yalom,
1989; Yalom 1980).
Terapis
membantu klien dalam menemukan betapa mereka telah menghindari kebebasan dan
membangkitkan semangat mereka untuk belajar mengambil resiko dengan menggunakan
kebebasan itu. Kalau tidak berbuat seperti itu berarti klien tak mampu berjalan
dan secara neurotik menjadi tergantung pada terapis.
Terapis
perlu mengajarkan klien bahwa secara eksplisit mereka menerima fakta bahwa
mereka memiliki pilihan, meskipun mereka mungkin selama hidupnya selalu
berusaha untuk menghindarinya.
3.
Usaha Untuk Mendapatkan Identitas dan Bisa Berhubungan Dengan Orang Lain :
Implikasi Konseling.
Bagian
dari langkah terapeutik terdiri dari tugasnya untuk menantang klien mereka
untuk mau memulai meneliti cara dimana mereka telah kehilangan sentuhan
identitas mereka, terutama dengan jalan membiarkan orang lain memolakan hidup
bagi mereka. Proses terapi itu sendiri sering menakutkan bagi klien manakala
mereka melihat kenyataan bahwa mereka telah menyerahkan kebebasan mereka kepada
orang lain dan bahwa dalam hubungan terapi mereka terpaksa menerima kembali.
Dengan jalan menolak untuk memberikan penyelesaian atau jawaban yang mudah maka
terapis memaksa klien berkonfrontasi dengan realitas yang hanya mereka sendiri
yang harus bisa menemukan jawaban mereka sendiri.
4.
Pencarian Makna : Implikasi Konseling.
Berhubungan
dengan konsep ketidakbermaknaan adalah apa yang oleh pratis eksistensial
disebut sebagai kesalahan eksistensial. Ini adalah kondisi yang tumbuh dari
perasaan ketidaksempurnaan atau kesadaran akan kenyataan bahwa orang ternyata
tidak menjadi siapa dia seharusnya. Ini adalah kesadaran bahwa tindakan serta
pilihan sesorang mengungkapkan kurang dari potensi sepenuhnya yang dimilikinya
sebagai pribadi. Manakala orang mengabaikan potensi-potensi tertentu yang
dimiliki, maka tentu ada perasaan kesalahan eksistensial ini. Beban kesalahan
ini tidak dipandang sebagai neurotik, juga bukan sebagai gejala yang memerlukan
penyembuhan. Yang dilakukan oleh terapis eksistensial adalah menggalinya untk
mengetahui apa yang bisa dipelajari klie tentang cara mereka menjalani
kehidupan. Dan ini bisa digunakan untuk menantang kehadiran makna dan arah
hidup.
5.
Kecemasan Sebagai Kondisi Dalam Hidup : Implikasi Konseling.
Kecemasan
merupakan materi dalam sesi terapi produktif. Kalau klien tidak mengalami
kecemasan maka motivasi untuk mengalami perubahan menjadi rendah. Jadi, terapis
yang berorientasi eksistensial dapat menolong klien mengenali bahwa belajar
bagaimana bertenggang rasa dengan keragu-raguan dan ketidakpastian dan
bagaimana caranya hidup tanpa ditopang bisa merupakan tahap yang perlu dialami
daam perjalanan dari hidup yang serba tergantung kea lam kehidupan sebagai
manusia yang lebih autonom. Terapis dan klien dapat menggali kemungkinan yang
ada, yaitu bahwa melepaskan diri dari pola yang tidak sehat dan membangun gaya
hidup baru bisa disertai dari pola yang tidak sehat dan membangun gaya hidup
baru bisa berkurang pada saat klien mengalami hal-hal yang ebih memuaskan
dengan cara-cara hidup yang lebih baru. Maakala klien menjadi lebih percaya
diri maka kecemasan mereka sebagai akibat dari ramalan-ramalan akan datangnya
bencana akan menjadi berkurang.
6.
Kesadaran Akan Maut dan Ketiadaan : Implikasi Konseling.
Latihan
dapat memobilisasikan klien untuk secara sungguh-sungguh memantapkan waktu yang
masih mereka miliki, dan ini bisa menggugah mereka untuk mau menerima
kemungkinan bahwa mereka bisa menerima keberadaannya sebagai mayat hidup
sebagai pengganti kehidupan yang lebih bermakna.
Ø Tahap-tahap
Pelaksanaan Terapi Humanistik Eksistensial
Pendekatan ini bisa menggunakan beberapa teknik dan konsep
psikoanalitik dan juga bisa menggunakan teknik kognitif-behavioral. Metode ini
berasal dari Gestalt dan analisis transaksional. Terdapat tiga tahap yang dapat
dilakukan oleh terapis dalam terapi humaniatik eksistesial, antara lain :
·
Tahap pendahuluan
Konselor
mambantu klien dalam mengidentifikasi dan mnegklarifikasi asumsi mereka
terhadap dunia. Klien diajak mendefinisikan cara pandang agar eksistensi mereka
diterima. Konselor mengajarkan mereka bercemin pada eksistensial mereka dan meneliti
peran mereka dalam hal penciptaan masalah dalam kehidupan mereka.
· Tahap
pertengahan
Klien
didorong agar bersemangat untuk lebih dalam meneliti sumber dan otoritas dan
sistem mereka. Semangat ini akan memberikan klien pemahaman baru dan restrukturisasi
nilai dan sikap mereka untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan dianggap
pantas.
·
Tahap akhir
Berfokus
untuk bisa melaksanakan apa yang telah mereka pelajari tentang diri mereka.
Klien didorong untuk mengaplikasikan nilai barunya dengan jalan yang kongkrit.
Klien biasanya akan menemukan kekuatan untuk menjalani eksistensi kehidupannya
yang memiliki tujuan. Dalam perspektif eksistensial, teknik sendiri dipandang
alat untuk membuat klien sadar akan pilihan mereka, serta bertanggungjawab atas
penggunaan kebebasan pribadinya.
Ø Kekurangan
dan Kelebihan Terapi Humanistik-Ekstensial
1. Kelebihan
· Teknik
ini dapat digunakan bagi klien yang mengalami kekurangan dalam perkembangan dan
kepercayaan diri.
· Adanya
kebebasan klien untuk mengambil keputusan sendiri
· Memanusiakan
manusia
· Bersifat
pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan
sikap, analisis
terhadap fenomena sosial.
· Pendekatan
terapi eksistensial lebih cocok digunakan pada
perkembangan
klien seperti masalah karier, kegagalan dalam
perkawinan, pengucilan dalam pergaulan ataupun masa transisi dalam
perkembangan dari remaja menjadi dewasa
2. Kelemahan
· Dalam
metodologi, bahasa dan konsepnya yang mistikal
·Dalam
pelaksanaannya tidak memiliki teknik yang tegas
· Terlalu
percaya pada kemampuan klien dalam mengatasi masalahnya
(keputusan
ditentukan oleh klien sendiri)
· Memakan
waktu lama.
daftar pustaka :
· Corey
Gerald, 2009, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, Bandung:
PT Refika Aditama
· Feist,
Jess dan Feist, Gregory. (2010). Teori Kepribadian. New York: Salemba Humanika
Terapi
Psikoanalisa
Bentuk-bentuk psikoterapi itu sendiri ada banyak, diantaranya adalah
Psikoanalisa terapy yang dikemukakan oleh Freud. Terapi psikoanalisis ini
merupakan pengembangan dari teori-teori psikoanalisa dari Sigmund freud, pada
teori ini Freud memusatkan perhatiannya pada pentingnya masa kanak-kanak awal.
Dalam pandangan ini benih-benih dari gangguan psikologis sudah ditanamkan pada
tahun-tahun awal pertumbuhan.
Manfaat
dan Tujuan Terapi Psikoanalisa
Terapi psikoanalitik menghendaki supaya klien neurotik memiliki ego yang
cukup lentur untuk bergeser diantara fungsi-fungsi ego yang bertentangan dan
memadukannya dengan memperhatikan batas-batas yang ditentukan oleh
konflik-konflik neurotik. Secara jelasnya tujuan terapi psikoanalisa itu
sendiri adalah untuk menggantikan tingkah laku defensif dengan tingkah laku
yang lebih adaptif, dengan berbuat demikian klien dapat menemukan kepuasan
tanpa menghukum dirinya sendiri atau orang lain.
Metode
Terapi Psikoanalisa
Bentuk-bentuk
metode terapi dari psikoanalisa Sigmund freud adalah sebagai berikut:
1. Asosiasi
bebas
Klien
melaporkan apa saja yang muncul dalam pikirannya dengan tidak memperhatikan
apakah yang dilaporkan itu menyakitkan, memalukan, atau tidak relevan
2. Katarsis
Menghilangkan
ketegangan dan kecemasan yang dilakukan dengan cara menghidupkan kembali suatu
kejadian yang traumatis
3. Analisis
mimpi
Mengungkap
dan menganalisa simbol-simbol yang tersembunyi dibalik mimpi klien yang muncul
secara terus menerus selama terapi berlangsung
4. Transferensi
Terjadi
apabila klien memindahkan kepada terapis emosi-emosi yang terpendam atau yang
ditekan sejak kecil (pada masa lalu), transferensi ini ini mungkin akan
menyebabkan kelekatan, ketergantungan, bahkan cinta pada terapis, namun bisa
juga sebaliknya klien jadi membenci terapisnya.
5. Penafsiran
Merupakan
penjelasan dari makna simbol-simbol, asosiasi, mimpi, resistensi, dan
transferensi dari klien. atau dapat juga dikatakan sebagai penafsiran oleh
terapis dari pernyataan klien berupa permasalahan yang dialaminya dengan cara
yang baru.
Yang
dibutuhkan dalam Terapi Psikoanalis
·
Psikoanalisis
harus mampu mengadakan prosedur-prosedur teknis tertentu terhadap pasien dan
terhadap diri psikoanalis sendiri
·
Tingkat
kecerdasan dan budaya yang tinggi dari seorang psikoanalisis
·
Psikoanalisis
yang memiliki ketrampilan yang tinggi dalam menerjemahkan pikiran, perasaan,
impuls, fantasi, dan ketidaksadaran dari klien
·
Psikoanalisis
yang memiliki empati, intuisi, dan pengetahuan teoritis
·
Dedikasi
analisis sebagai dokter kepada pasien harus jelas
·
Analis
harus berfungsi sebagai pemandu dalam mengantar pasien ke dalam dunia perawatan
psikoanalitik yang baru dan aneh
·
Analis
harus mampu melindungi harga diri dan perasaan akan martabat klien
Proses
Terapi Psikoanalisa Mencapai Keberhasilan dalam Diri Individu
=>Freud
menggunakan psikoanalisa untuk membantu klien memperoleh pemahaman mengenai
konflik-konflik tak sadar dan memecahkannya. Apabila metode ini mulai
mengembangkan dalam diri pasien suatu pemahaman baru terhadap kekuatan-kekuatan
kepribadiannya, maka psikoanalitis sudah berada pada jalan menciptakan
penyesuaian diri yang berhasil dari pasien terhadap lingkungannya. Bila
perawatan psikoanalitik berhasil maka pasien tidak lagi menderita simtom-simtom
yang melumpuhkannya.
Kekurangan
Terapi Psikoanalisa
Namun teori Freud yang menjadi dasar psikoanalisis sekarang kurang populer
dibandingkan masa lalu, oleh karena itu muncul lah banyak pertanyaan yang
dikemukakan sehubungan dengan efektifitas dari prosesnya, dan meskipun orang
menerima teori freud dan berpendapat bahwa psikoanalisa adalah efektif, tetapi
untuk kebanyakan orang dewasa ini psikoanalisis bukan merupakan suatu tekhnik
yang praktis karena waktu yang dibutuhkan sangat lama dan biayanya pun juga
sangat mahal.
Terapi
Psikodinamik Modern
Terapi
psikodinamik merupakan pengembangan dari psikoanalisa, pada saat ini muncul
bentu-bentuk baru terapi psikodinamik yang lebih singkat dan kurang insentif
dibandingkan dengan terapi psikoanalisa tradisional dari Freud. Pendekatan
terapi psikodinamik yang lebih baru ini lebih dikenal dengan terapi
psikoanalitik yang membantu pasien untuk mencari bentuk-bentuk perawatan yang
lebih singkat dan relatif murah dari psikoanalisa tradisional. Seperti terapi
psikoanalisa Freud, pendekatan baru ini juga memusatkan perhatian pada usaha
membantu pasien melakukan perubahan-perubahan yang produktif dan juga pada
hubungan pasien sekarang.
Tetapi
karena formatnya lebih singkat terapi membutuhkan peneyelidikan lebih langsung
mengenai pertahanan-pertahanan dan hubungan-hubungan transferensi pasien. pada
melakukan waktu melakukan terapi, terapis pada umumnya duduk erhadapan dengan
klien, dan hal ini berbeda dengan psikoanalisa tradisional dimana terapis duduk
di belakang pasien yang berbaring diatas dipan sambil berasosiasi bebas. Pada
terap psikodinamik terapis lebih sering melakukan percakapan-percakapan
dibandingkan terapi psikoanalisa tradisional.
daftar pustaka :
Gunadarsa.
D. Singgih. 2004. Dari anak sampai anak usia lanjut. Jakarta : Gunung mulia
Semiun.
Yustinus, OFM. 2006. Kesehatan mental 2. Yogyakarta : Kanisius
Semiun.
Yustinus, OFM. 2006. Teori kepribadian dan terapi psikoanalitik freud.
Yogyakarta : Kanisius
Terapi Humanistik
Istilah
eksistensi berasal dari akar kata ex-sistere, yang secara literal berarti
bergerak atau tumbuh ke luar. Psikologi Eksistensial atau sekarang berkembang
dengan nama psikologi Humanistik atau psikologi holistic berawal dari kajian filsafat
yang diawali dari Sorean Kierkigard tentang eksistensi manusia.
Model
humanistik kepribadian, psikopatologi, dan psikoterapi awalnya menarik sebagian
besar konsep- konsep dari filsafat eksistensial, menekankan kebebasan bawaan
manusia untuk memilih, bertanggung jawab atas pilihan mereka, dan hidup sangat
banyak pada saat ini. Hidup sehat di sini dan sekarang menghadapkan kita dengan
realitas eksistensial menjadi, kebebasan, tanggung jawab, dan pilihan, serta
merenungkan eksistensi yang pada gilirannya memaksa kita untuk menghadapi
kemungkinan pernah hadir ketiadaan.
Pencarian
makna dalam kehidupan masing-masing individu adalah tujuan utama dan aspirasi
tertinggi. Pendekatan humanistik kontemporer psikoterapi berasal dari tiga
sekolah pemikiran yang muncul pada 1950-an, eksistensial, Gestalt, dan klien
berpusat terapi.
Eksistensial
Psychotherapies
Eksistensialis
mencari makna eksistensi manusia, dan menekankan pilihan dan individualitas
(sebagai lawan dari gagasan bahwa perilaku kita ditentukan dalam beberapa cara
mekanistik). Martin Heidegger (1889-1976) biasanya disebut sebagai tokoh
filsafat eksistensial modern. Dalam pandangan Heidegger, eksistensi manusia
adalah proses, terus berkembang untuk setiap individu. Tidak statis, tapi
selalu menjadi sesuatu yang berbeda (Hergenhahn, 1992). Unsur-unsur filsafat
eksistensial terlihat dalam bentuk psikoterapi yang dikembangkan oleh Ludrvig
Binswanger dan lain-lain
Psikoterapis
eksistensial fokus pada tema penting dari kehidupan dan masalah klien, tetapi
penekanannya adalah pada kualitas hubungan terapeutik itu sendiri sebagai agen
penting dari perubahan. Tugas psikoterapi eksistensial adalah menantang klien
untuk memeriksa kehidupan mereka dan mempertimbangkan bagaimana kebebasan
mereka terganggu. Yang membantu mereka untuk menghilangkan hambatan,
meningkatkan rasa pilihan mereka, dan mengerahkan keinginan mereka.
Psikoterapi
eksistensial berusaha untuk memahami makna yang unik dari sudut pandang
pengalaman klien yang subjektif dari dalam diri individu atau dunia saat
fenomenologisnya. Hubungan kolaboratif antara klien dan terapis adalah
penyembuhan dalam dirinya sendiri, dan tidak bergantung konseptual pada “repair
model” (Walsh & McElwain.2002, p.272).
Pendekatan
eksistensial bukanlah bentuk yang paling banyak dipraktekkan psikoterapi, namun
para praktisi melihatnya sebagai kontras yang menyegarkan untuk terapi
mekanistik lebih bekerja keras dalam mempromosikannya, mengutip dukungan
eksperimental berkembang di beberapa daerah (Cain & Seeman, 2002). Hal ini
juga penting dalam mengatur adegan untuk terapi humanistik yang lebih populer,
terutama Carl Rogers berpusat pada terapi klien.
KONSEP-KONSEP
UTAMA :
1. Kesadaran
diri
Manusia
memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan yang
unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan memutuskan. Semakin
besar kesadaran dirinya, maka semakin besar pula kebebasannya untuk memilih
altrnatif-alternatif. Kebebasan memilih dan bertindak itu disertai dengan
tanggung jawab. Manusia bertanggung jawab atas keberadaan dan nasibnya.
2. Kebebasan,
tanggung jawab dan kecemasan
Kesadaran
akan kebebasan dan tanggung jawab bisa menimbulkan kecemasan yang menjadi
atribut dasar pada manusia. Kecemasan juga bisa diakibatkan oleh kesadaran atas
keterbatasannya dan atas kemungkinan yang tak terhindarkan untuk mati
(Nonbeing)
3. Penciptaan
Makna
Manusia
berusaha untuk menemukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan
memberikan makna bagi kehidupan. Menjadi manusia juga berarti menghadapi
kesendirian. Manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya
dalam suatu cara yang bermakna. Manusia juga berusaha untuk mengaktualisasikan
diri, yakni mengungkapkan potensi-potensi manusiawinya. Apabila gagal
mengaktualisasikan dirinya, maka ia bisa menjadi sakit.
TUJUAN
:
· Bugental
(1965) menyebutkan bahwa keotentikan sebagai urusan utama psikoterapi dan nilai
eksistensial pokok.
Terdapat
tiga karakteristik dari keberadaan otentik :
1. Menyadari
sepenuhnya keadaan sekarang
2. Memilih
bagaimana hidup pada saat sekarang
3. Memikul
tanggung jawab untuk memilih.
· Klien
yang neurotic adalah orang yang kehilangan rasa ada, dan tujuan terapi adalah
membantunya agar ia memperoleh atau menemukan kembali kemanusiaannya yang
hilang.
Pada
dasarnya, tujuan terapi eksistensial adalah :
1. meluaskan
kesadaran diri klien
2. meningkatkan
kesanggupan pilihannya
3. menjadi
bebas dan bertanggung jawab atas arah hidupnya.
FUNGSI
DAN PERAN TERAPIS
Menurut
Buhler dan Allen, para ahli psikoterapi Humanistik memiliki orientasi bersama
yang mencakup hal-hal berikut :
· Mengakui
pentingnya pendekatan dari pribadi ke pribadi
· Menyadari
peran dan tanggung jawab terapis
· Mengakui
sifat timbale balik dari hubungan terapeutik.
· Berorientasi
pada pertumbuhan
· Menekankan
keharusan terapis terlibat dengan klien sebagai suatu pribadi yang menyeluruh.
· Mengakui
bahwa putusan-putusan dan pilihan-pilihan akhir terletak di tangan klien.
· Memandang
terapis sebagai model, bisa secara implicit menunjukkan kepada klien potensi
bagi tindakan kreatif dan positif.
· Mengakui
kebebasan klien untuk mengungkapkan pandagan dan untuk mengembangkan
tujuan-tujuan dan nilainya sendiri.
· Bekerja
kea rah mengurangi kebergantungan klien serta meningkatkan kebebasan klien.
CLIENT
CENTERED THERAPY
Carl
R. Rogers mengembangkan terapi client-centered sebagai reaksi terhadap apa yang
disebutkannya keterbatasan-keterbatasan mendasar dari psikoanalisis.
Client-centered adalah cabang khusus dari terapi humanistik yang
menggarisbawahi tindakan mengalami klien berikutnya dunia subjektif dan
fenomenalnya.
Terapis
berfungsi terutarna sebagai penunjang pertumbuhan pribadi kliennya dengan jalan
membantu kliennya itu dalam menemukan kesanggupankesanggupan untuk memecahkan
masalah-masalah. Pendekatan client-centered manaruh kepercayaan yang besar pada
kesanggupan klien untuk mengikuti jalan terapi dan menemukan arahnya sendiri.
Client
Centered Theory sering pula dikenal sebagai teori nondirektif dimana tokoh
utamanya adalah Carl Rogers. Rogers adalah seorang empirisme yang mendasarkan teori-teorinya
pada data mentah, ia percaya pentingnya pengamatan subyektif, ia percaya bahwa
pemikiran yang teliti dan validasi penelitian diperlukan untuk menolak
kecurangan diri (self-deception).
Rogers
membangun teorinya ini berdasarkan penelitian dan observasi langsung terhadap
peristiwa-peristiwa nyata, dimana pada akhirnya. ia memandang bahwa manusia
pada hakekatnya adalah baik.
Oleh
karena itu konseling client-centered berakar pada kesanggupan klien untuk sadar
dan membuat keputusan-keputusan, sebab klien merupakan orang yang paling tahu
tentang dirinya, dan pantas menemukan tingkah laku yang pantas bagi dirinya.
Pendekatan
client centered merupakan corak yang dominan yang digunakan dalam. pendidikan
konselor. Salah satu alasannya adalah, terapi client centered memiliki sifat
keamanan. Terapi client centered menitik beratkan mendengar aktif, memberikan
resfek kepada klien, memperhitungkan kerangka acuan intemal klien, dan menjalin
kebersamaan dengan klien yang merupakan kebalikan dari menghadapi klien dengan
penafsiran-penafsiran. Para terapis client centered secara khas merefleksikan
isi dan perasaan-perasaan, menjelaskan pesan-pesan, membantu para.
PROSES
KONSELING
fokus
utamanya menekankan pengalaman yang dirasakan oleh klien. Pada awal proses
konseling tidak difokuskan pada masalah, tujuan dan prilaku.
TUJUAN
Tujuan dasar terapi client centered adalah
Tujuan dasar terapi client centered adalah
· Meningkatkan
harga diri
· Memperluas
keterbukaan terhadap pengalaman hidup
Beberapa
kritik lain terhadap client centered:
· Terlalu
menekankan pada aspek afektif, emosional, perasaan sebagai penentu prilaku,
tetapi melupakan faktor ineraktif, kognitif dan rasional
· Penggunaan
informasi untuk membantu klien, tidak sesuai dengan teori
· Tujuan
untuk setiap klien yaitu memaksimalkan diri, dirasa terlalu luas, umum dan
longgar sehingga sulit untuk menilai setiap individu
· Tujuan
ditetapkan oleh klien, tetapi tujuan konseling kadang-kadang dibuat tergantung
lokasi konselor dan klien
· Meskipun
terbukti bahwa konseling client centered diakui efektif , tapi bukti-bukti
tidak cukup sistematis dan lengkap terutama yang berkaitan dengan klien yang
kecil tanggung j awabnya
· Sulit
bagi konselor untuk benar-benar bersifat netral dalam situasi hubungan
interpersonal
Namun
dernikian dalam sumber lain dikatakan bahwa konseling client centered elah
memberikan kontribusi dalam hal:
· Pernusatan
pada klien dan bukan pada konselor dalam konseling
· Idenifikasi
dan penekanan hubungan konseling sebagai wahana utama, dalam mengubah
kepribadian
· Lebih
menekankan pada sikap konselor daripada teknik
· Memberikan
kemungkinan untuk melakukan penelitian dan penemuan kuantitatif
· Penanganan
emosi, perasaan dan afektif dalam konseling.
CIRI-CIRI
CLIENT CENTERED THERAPY
Rogers
(1974, h. 213-214) menguraikan ciri-ciri yang membedakan pendekatan
client-centered dari pendekatan-pendekatan lain :
· Pendekatan
client centered difokuskan pada tanggung jawab dan kesanggupan klien untuk
menemukan cara-cara menghadapi kenyataan secara lebih penuh. Klien sebagai
sebagai orang yang paling mengetahui dirinya sendiri, adalah orang yang harus
menemukan tingkah laku yang lebih panas bagi dirinya.
· Pendekatan
client centered menekankan dunia fenomenal klien. Dengan empati yang cermat dan
dengan usaha untuk memahami klien. Dengan simpati yang cermat dan dengan usaba
untuk memahami kerangka acuan internal klien, terapis memberikan perhatian
terutama pada persepsi diri klien dan persepsinya terhadap dunia.
TEKNIK
TERAPI
a. Penekanan
awal pada refleksi perasaan the person centered yang pada dasarnya adalah
pernyataan ulang yang sedrhana dari apa yang dikatakan klien.
b. Evolusi
metode person centered. Filosofi the person centered di dasarkan pada asumsi
bahwa klien memiliki akal untu bergerak positif tanpa bantuan konselor.
c. Peran
penilaian. Penilaian sering di pandang sebagai prasyarat untuk proses tritmen.
Beberapa kesehatan mental menggunakan berbagai procedure penilaian termasuk
diagnostic, identifikasi kekuatan klien dan kewajiban pengerjaan test.
d. Penerapan
filosofi dari pendekatan the person centered diterapkan untuk bekerja individu,
kelompok maupun keluarga. Pendekatan the person cetered juga telah terbukti
sebagai terapi yang layaK dan lebih berorientasi, filosofi dasar dari the
person centered memiliki penerapan untuk pendidikan SD hinga lulus.
e. Aplikasi
untuk krisis intervensi. Pendekatan the person centered terutama berlaku dalam
krisis intervensi seperti kehamilan yang tidak diinginkan, penyakit, peristiwa
bencana dan kehilangan orang yang dicintai. Dalam krisis intervensi seseorang
yang mengalaminya butuh dorongan motivasi dari orang-orang sekitarnya,
kepedulian dan berusaha untuk menempatkan posisinya.
f. Aplikasi
untuk kelompok konseling. Pendekatan the person centered menekankan peran unik
dari kelompok konselor sebagai fasilitator dan bukan pemimpin.
daftar pustaka :
Prabowo,
Hendro. Psikologi Umum Seri Diktat Kuliah. Jakarta:
Universitas
Gunadarma.
Pervin,
Lawrence A. 2004. Psikologi Kepribadian Teori dan Penelitian
Edisi
Kesembilan. Jakarta: Prenada Media Group.
Suryabrata,
Sumadi. 2003. Psikologi Kepribadian. Jakarta: PT Raja
Grafinfo
Persada.
Logotherapy
Logotherapy dikembangkan
oleh ahli saraf dan psikiater Viktor Frankl. Viktor E.
Frankl dilahirkan di Wina, Austria pada tanggal 26 Maret 1905. Logoterapi
dilandasi keyakinan bahwa itu adalah berjuang untuk menemukan makna dalam kehidupan
seseorang yang utama, yang paling kuat memotivasi dan pendorong
dalam manusia.
PRINSIP-PRINSIP
DASAR
Gagasan Logotherapy diciptakan
dengan Yunani kata logos (“yang berarti”). Konsep Frankl ini didasarkan
pada premis bahwa kekuatan motivasi utama dari seorang individu adalah untuk
menemukan makna hidup.
Daftar
berikut merupakan prinsip prinsip dasar logoterapi:
·
Kehidupan
memiliki makna dalam keadaan apapun, bahkan yang paling menyedihkan.
·
Motivasi
utama kami untuk hidup adalah keinginan kita untuk menemukan makna hidup.
·
Kami
memiliki kebebasan untuk menemukan makna dalam apa yang kita lakukan, dan apa
yang kita alami, atau setidaknya dalam berdiri kita ambil ketika dihadapkan
dengan situasi penderitaan berubah.
Jiwa
manusia disebut di beberapa asumsi logoterapi, tetapi penggunaan istilah roh
tidak “spiritual” atau “religius”. Dalam pandangan Frankl, roh adalah
kehendak manusia. Penekanannya, karena itu, adalah pada pencarian makna,
yang tidak selalu mencari Tuhan atau makhluk supernatural lainnya. Frankl juga
mencatat hambatan untuk pencarian manusia untuk makna dalam kehidupan. Dia
memperingatkan terhadap “kemakmuran, hedonisme , [dan] materialisme … ” dalam pencarian makna. Tujuan hidup
dan makna hidup konstruksi muncul dalam tulisan-tulisan
logoterapi Frankl dengan hubungan dengan vakum eksistensial dan kemauan untuk makna,
serta orang lain yang telah berteori tentang dan didefinisikan psikologis yang positif berfungsi. Frankl
mengamati bahwa mungkin secara psikologis merusak ketika pencarian seseorang
akan makna diblokir.
Tujuan
hidup yang positif dan makna dikaitkan dengan keyakinan yang kuat agama,
keanggotaan dalam kelompok, dedikasi untuk penyebab, nilai-nilai kehidupan, dan
tujuan yang jelas. Perkembangan dewasa dan kematangan teori mencakup tujuan
dalam konsep hidup. Kematangan menekankan pemahaman yang jelas tentang
tujuan hidup, directedness, dan intensionalitas yang berkontribusi pada
perasaan bahwa hidup ini bermakna.
Ide
Frankl yang dioperasionalkan oleh Crumbaugh dan Tujuan Maholick dalam hidup
(PIL) tes, yang mengukur makna individu dan tujuan dalam hidup. Dengan
tes, peneliti menemukan bahwa makna hidup dimediasi hubungan antara
religiusitas dan kesejahteraan; stres tak terkendali dan penggunaan narkoba, depresi
dan self-pengurangan. Crumbaugh menemukan bahwa Mencari dari niskala Uji
Gol (LAGU) adalah ukuran komplementer dari PIL. Sementara PIL mengukur
keberadaan makna, LAGU mengukur orientasi terhadap makna. Sebuah skor
rendah dalam PIL namun skor tinggi dalam LAGU, akan memprediksi hasil yang
lebih baik dalam penerapan Logotherapy.
MENEMUKAN
MAKNA
Menurut
Frankl, “Kita dapat menemukan makna dalam hidup dalam tiga cara yang berbeda:
(1)
dengan menciptakan pekerjaan atau melakukan perbuatan,
(2)
dengan mengalami sesuatu atau menghadapi seseorang, dan
(3)
oleh sikap kita ambil menuju dihindari penderitaan “dan bahwa” segala sesuatu
yang dapat diambil dari seorang pria tapi satu hal:. yang terakhir dari
kebebasan manusia – untuk memilih sikap dalam setiap himpunan keadaan
” Pada makna penderitaan, Frankl memberikan contoh berikut:
“Sekali,
seorang dokter umum tua berkonsultasi dengan saya karena depresi yang parah.
Dia tidak bisa mengatasi kehilangan istrinya yang telah meninggal dua tahun
sebelum dan yang ia cintai di atas segalanya. Sekarang bagaimana aku bisa
membantunya? Apa yang harus kukatakan ? dia aku menahan diri untuk menceritakan
apa-apa, tapi malah dihadapkan dia dengan pertanyaan, “Apa yang akan terjadi,
Dokter, jika Anda sudah mati lebih dulu, dan istri Anda akan harus bertahan
hidup Anda:?” “Oh,” katanya, “untuknya ini akan menjadi mengerikan, bagaimana
dia akan menderita!” Mendengar itu saya menjawab, “Anda lihat, Dokter,
penderitaan tersebut telah diselamatkan, dan itu adalah Anda yang telah
terhindar nya penderitaan ini, tetapi sekarang, Anda memiliki untuk membayar
untuk itu dengan selamat dan berkabung nya. “Dia mengatakan tidak ada kata tapi
menjabat tangan saya dan dengan tenang meninggalkan kantor.
Frankl
menekankan bahwa mewujudkan nilai penderitaan bermakna hanya ketika dua kemungkinan
kreatif tidak tersedia (misalnya, di kamp konsentrasi) dan hanya jika
penderitaan tersebut tidak bisa dihindari – dia tidak mengusulkan bahwa orang
menderita tidak perlu.
FILOSOFI
DASAR LOGOTERAPI
Frankl
menggambarkan implikasi metaclinical dari logoterapi dalam bukunya The Will
Makna: Yayasan dan Aplikasi Logotherapy. Dia percaya bahwa tidak ada
psikoterapi terlepas dari teori manusia. Sebagai seorang psikolog
eksistensial, ia inheren tidak setuju dengan “model mesin” atau “model tikus”,
karena merusak kualitas manusia manusia. Sebagai seorang ahli saraf dan
psikiater, Frankl mengembangkan pandangan unik determinisme untuk hidup berdampingan dengan tiga pilar
dasar logoterapi (kebebasan kehendak). Meskipun Frankl mengakui bahwa
manusia tidak pernah bisa bebas dari setiap kondisi, seperti, biologis,
sosiologis, psikologis atau penentu, berdasarkan pengalamannya dalam Holocaust,
ia percaya bahwa manusia adalah “mampu melawan dan menantang bahkan kondisi
terburuk”. Dalam melakukan seperti itu, manusia dapat melepaskan diri dari
situasi, dirinya, memilih sikap tentang dirinya sendiri, menentukan determinan
sendiri, sehingga membentuk karakter sendiri dan menjadi bertanggung jawab
untuk dirinya sendiri.
PANDANGAN
LOGOTHERAPEUTIC DAN PENGOBATAN
·
Mengatasi kecemasan
Dengan
mengenali tujuan keadaan kita, seseorang dapat menguasai
kecemasan. Anekdot tentang penggunaan ini logoterapi diberikan
oleh New York Times penulis Tim Sanders, yang menjelaskan bagaimana
dia menggunakan konsep untuk meringankan stres fellow travellers maskapai
dengan meminta mereka tujuan perjalanan mereka. Ketika ia melakukan hal
ini, tidak peduli seberapa menyedihkan mereka, perubahan sikap seluruh mereka,
dan mereka tetap bahagia sepanjang penerbangan. Secara keseluruhan,
Frankl percaya bahwa individu cemas tidak mengerti bahwa kecemasan adalah hasil
dari berurusan dengan rasa “tanggung jawab terpenuhi” dan akhirnya kurangnya
makna.
Frankl
menyebutkan dua patogen neurotik: hiper-niat, niat yang dipaksa menuju suatu
tujuan yang membuat akhir yang tak terjangkau, dan hiper-refleksi, perhatian
berlebihan terhadap diri sendiri yang menghambat upaya untuk menghindari neurosis yang orang berpikir diri cenderung. Frankl
mengidentifikasi kecemasan antisipatif , takut hasil yang
diberikan yang membuat hasil yang lebih mungkin. Untuk meringankan
kecemasan antisipatif dan mengobati yang dihasilkan neurosis, logoterapi
menawarkan niat paradoks , dimana pasien bermaksud
untuk melakukan kebalikan dari tujuan hiper-dimaksudnya.
Seseorang,
kemudian, yang takut (yaitu mengalami kecemasan antisipatif atas) tidak
mendapatkan tidur malam yang baik mungkin mencoba terlalu keras (yaitu,
hiper-berniat) untuk tertidur, dan ini akan menghambat kemampuannya untuk
melakukannya. Sebuah logotherapist akan merekomendasikan, bahwa ia pergi
ke tempat tidur dan sengaja mencoba untuk tidak jatuh tertidur. Ini akan
meringankan kecemasan antisipatif yang membuatnya terjaga di tempat pertama,
sehingga memungkinkan dia untuk tertidur dalam jumlah yang diterima
waktu.
·
Depresi
Viktor
Frankl percaya depresi terjadi pada psikologis, fisiologis, dan spiritual
tingkat. Pada tingkat psikologis, ia percaya bahwa perasaan tidak
mampu melakukan tugas berasal dari luar kemampuan kita. Pada tingkat
fisiologis, ia mengakui “rendah vital”, yang didefinisikan sebagai
“berkurangnya energi fisik”. Akhirnya, Frankl percaya bahwa pada tingkat
spiritual, orang depresi menghadapi ketegangan antara yang benar-benar dia
dalam kaitannya apa yang seharusnya dia. Frankl menyebut hal ini sebagai
menganga jurang. Akhirnya Frankl menunjukkan bahwa jika tujuan
tampaknya tidak terjangkau, seseorang kehilangan rasa masa depan dan dengan
demikian berarti mengakibatkan depresi. Dengan demikian logoterapi
bertujuan “untuk mengubah Sikap pasien terhadap penyakitnya serta arah hidupnya
sebagai tugas “.
·
Obsesif-kompulsif
Frankl
percaya bahwa mereka yang menderita gangguan obsesif-kompulsif tidak memiliki
rasa penyelesaian bahwa kebanyakan orang lain miliki. Alih-alih memerangi
kecenderungan untuk mengulangi pikiran atau tindakan, atau berfokus pada
perubahan gejala individu dari penyakit, terapis harus fokus pada “transform
[ing] neurotik sikap terhadap neurosis nya”. Oleh karena itu, penting
untuk mengenali bahwa pasien “tidak bertanggung jawab atas ide obsesif nya”,
tapi “dia pasti bertanggung jawab atas sikapnya terhadap ide-ide “. Frankl
menyarankan bahwa penting bagi pasien untuk mengenali kecenderungan ke arah
kesempurnaan sebagai takdir, dan karena itu, harus belajar untuk menerima
beberapa derajat ketidakpastian. Pada akhirnya, setelah premis logoterapi, pasien
akhirnya harus mengabaikan pikiran obsesif dan menemukan makna dalam hidupnya
meskipun pikiran seperti itu.
·
Skizofrenia
Meskipun
logoterapi tidak dimaksudkan untuk menangani gangguan yang parah, Frankl
percaya logoterapi yang bisa menguntungkan bahkan mereka yang menderita
skizofrenia. Dia mengakui akar skizofrenia pada disfungsi
fisiologis. Pada disfungsi ini, skizofrenia yang “mengalami dirinya
sebagai obyek “bukan sebagai subjek. 208 Frankl menyarankan bahwa
skizofrenia bisa dibantu dengan logoterapi dengan terlebih dahulu diajarkan
untuk mengabaikan suara dan untuk mengakhiri persisten
pengamatan-diri. Kemudian, selama periode yang sama ini, skizofrenia
harus dipimpin ke arah kegiatan yang berarti, sebagai “bahkan untuk skizofrenia
tetap ada bahwa residu kebebasan terhadap nasib dan arah penyakit dimana
manusia selalu memiliki, tidak peduli seberapa sakit ia mungkin, dalam segala
situasi dan pada setiap saat dalam kehidupan, untuk . yang terakhir “
·
Pasien Terminally-sakit
Pada
tahun 1977, Terry Zuehlke dan John Watkins melakukan studi menganalisis
efektivitas logoterapi dalam merawat pasien terminally-sakit. Desain studi
yang digunakan 20 laki-laki Veteran Administrasi relawan yang secara acak
ditugaskan untuk salah satu dari dua kemungkinan pengobatan – (1) kelompok yang
menerima 8-45 menit sesi selama 2 minggu dan (2) kelompok digunakan sebagai
kontrol yang menerima pengobatan tertunda. Setiap kelompok diuji pada 5
skala – yang MMPI K Skala , MMPI L
Skala, Death Anxiety Skala, Brief Psychiatric Rating Scale, dan Tujuan Hidup
Test. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan yang signifikan keseluruhan
antara kontrol dan kelompok perlakuan. Sementara analisis univariat menunjukkan
bahwa ada perbedaan kelompok yang signifikan dalam 3/5 dari tindakan
tergantung. Hasil ini mengkonfirmasi gagasan bahwa pasien terminally-sakit
bisa mendapatkan keuntungan dari logoterapi dalam menghadapi kematian.
Ada
tiga asas utama logoterapi yang menjadi inti dari terapi ini, yaitu:
1.
Hidup
itu memiliki makna (arti) dalam setiap situasi, bahkan dalam penderitaan
dankepedihan sekalipun. Makna adalah sesuatu yang dirasakan penting, benar,
berhargadan didambakan serta memberikan nilai khusus bagi seseorang dan layak
dijadikantujuan hidup.
2.
Setiap
manusia memiliki kebebasan yang hampir tidak terbatas
untuk menentukan sendiri makna hidupnya. Dari sini kita dapat memilih
makna atas setiapperistiwa yang terjadi dalam diri kita, apakah itu makna
positif atupun makna yangnegatif. Makna positif ini lah yang dimaksud dengan
hidup bermakna
3.
Setiap
manusia memiliki kemampuan untuk mangambil sikap terhadap peristiwatragis yang
tidak dapat dielakkan lagi yang menimpa dirinya sendiri dan
lingkungansekitar. Contoh yang jelas adalah seperti kisah Imam
Ali diatas, ia jelas-jelasmendapatkan musibah yang tragis, tapi ia mampu
memaknai apa yang terjadi secarapositif sehingga walaupun dalam keadaan yang
seperti itu Imam tetap bahagia.
AJARAN
LOGOTERAPI
Ketiga
asas itu tercakup dalam ajaran logoterapi mengenai eksistensi manusia dan
maknahidup sebagai berikut:
1.
Dalam
setiap keadaan, termasuk dalam penderitaan sekalipun, kehidupan ini selalu
mempunyai makna.
2.
Kehendak
untuk hidup bermakna merupakan motivasi utama setiap orang.
3.
Dalam
batas-batas tertentu manusia memiliki kebebasan dan tanggung jawab pribadi
untuk memilih, menentukan dan memenuhi makna dan tujuan hidupnya.
4.
Hidup
bermakna diperoleh dengan jalan merealisasikan tiga nilai kehidupan,
yaitu nilai-nilai kreatif (creative values), nilai-nilai penghayatan
(eksperiental values) dan nilai-nilai bersikap (attitudinal values).
TUJUAN
LOGOTERAPI
Tujuan
dari logoterapi adalah agar setiap pribadi:
1.
memahami
adanya potensi dan sumber daya rohaniah yang secara universal ada padasetiap
orang terlepas dari ras, keyakinan dan agama yang dianutnya;
2.
menyadari
bahwa sumber-sumber dan potensi itu sering ditekan, terhambat dandiabaikan
bahkan terlupakan;
3.
memanfaatkan
daya-daya tersebut untuk bangkit kembali dari penderitaan untuk mamputegak
kokoh menghadapi berbagai kendala, dan secara sadar mengembangkan diri
untuk meraih kualitas hidup yang lebih bermakna
PANDANGAN
LOGOTERAPI TERHADAP MANUSIA
1.
Menurut
Frankl manusia merupakan kesatuan utuh dimensi ragawi, kejiwaan danspiritual
Unitas bio-psiko-spiritual.
2.
Frankl
menyatakan bahwa manusia memiliki dimensi spiritual yang terintegrasi
dengandimensi ragawai dan kejiwaan. Perlu dipahami bahwa sebutan “spirituality”
dalam logoterapi tidak mengandung konotasi keagamaan karena dimens ini dimiliki
manusia tanpa memandang ras, ideology, agama dan keyakinannya. Oleh karena
itulah Franklmenggunakan istilah noetic sebagai padanan dari spirituality, supaya
tidak disalahpahami sebagai konsep agama.
3.
Dengan
adanya dimensi noetic ini manusia mampu melakukan self-detachment, yaknidengan
sadar mengambil jarak terhadap dirinya serta mampu meninjau dan menilaidirinya
sendiri.
4.
Manusia
adalah makhluk yang terbuka terhadap dunia luar serta senantiasa
berinteraksidengan sesama manusia dalam lingkungan sosial-budaya serta mampu
mengolahlingkungan fisik di sekitarnya
daftar pustaka :
Prabowo,
Hendro. Psikologi Umum Seri Diktat Kuliah. Jakarta:
Universitas
Gunadarma.
Pervin,
Lawrence A. 2004. Psikologi Kepribadian Teori dan Penelitian
Edisi
Kesembilan. Jakarta: Prenada Media Group.
Suryabrata,
Sumadi. 2003. Psikologi Kepribadian. Jakarta: PT Raja
Grafinfo
Persada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar